JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Pengacara Dirman Rajagukguk, BMS Situmorang membeberkan kronologi penangkapan hingga putusan Pengadilan Negeri Toba yang menjatuhkan vonis kepada kliennya. Kepada Wartawan, Sabtu (24/12/2022) kedada wartawan.
Kejadian tersebut kata BMS Situmorang, bermula pada tanggal 29 Januari 2021, PT Toba Pulp Lestari,Tbk (PT TPL) cq. Direktur an. Parlindungan Hutagaol memberikan surat kuasa kepada Staf Humas an. M. Reza Adrian SH untuk membuat laporan Aduan Masyarakat (Dumas) dan/atau Laporan ke Polres Toba terkait tindak pidana yang dilakukan oleh Dirman Rajagukguk di areal konsesi PT TPL yang terletak di Dusun Tungkonisolu, Desa Parsoburan Barat, Kecamatan Habinsaran, Kabupaten Toba, Sumatera Utara (tanpa menyebutkan jenis dan waktu tindak pidana yang diduga dilakukan oleh Dirman Rajagukguk).
Sebagaimana tertuang dalam Laporan Polisi Nomor: LP/34/II/2021/SU/TBS tanggal 1 Februari 2021, kepada Bamin SPKT “B” dan Kanit SPKT “B” Polres Toba, Sdr. M. Reza Adrian SH menerangkan aktivitas Dirman Rajagukguk,dkk. di lokasi lahan konsesi PT TPL seluas 20 hektar, yang terletak di Dusun Tungko Nisolu, Desa Parsoburan Barat Kecamatan Habinsaran, Kabupaten Toba sebagai berikut:
- Pada 12 Februari 2018: mendirikan bangunan rumah tinggal;
- Pada tanggal 26 Maret 2018: menanam tanaman sawit, jagung, pisang dan kopi tanpa izin;
- Pada tanggal 28 Januari 2020: melakukan pelarangan terhadap karyawan PT TPL pada saat melakukan pemanenan kayu Eucalyptus;
- Pada tanggal 14 Februari 2020: melakukan pelarangan terhadap karyawan PT TPL pada saat melakukan pemanenan kayu Eucalyptus.
Yang mana perbuatan Dirman Rajaguguk,dkk tersebut telah menyebabkan PT TPL rugi sebesar Rp100 juta dan tidak dapat melakukan kegiatan secara leluasa di lokasi konsesi.
Terhadap 4 (empat) peristiwa tersebut kemudian Penyidik Polres Toba menentukan jenis dan waktu peristiwa tindak pidana yang diduga dilakukan Dirman Rajagukguk yaitu, “dengan sengaja melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan” pada tanggal 26 Maret 2020 dan menetapkan serta memeriksa seorang Dirman Rajagukguk sebagai Tersangka pada tanggal 20 April 2021.
Setidaknya menurut BMS Situmorang, timbul 2 (dua) pertanyaan besar kepada Penyidik Polres Toba, yaitu:
- Mengingat jenis dan substansi perkara nyata-nyata adalah sengketa atau konflik penguasaan tanah seluas 20 hektar atau 25,9 hektar antara Dirman Rajagukguk,dkk (150-an KK) dengan sebuah perusahaan swasta (PT TPL) mengapa Dirman Rajagugkguk disangka melanggar UU Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan?
- Dalam Laporan Polisi Nomor: LP/34/II/2021/SU/TBS tanggal 1 Februari 2021, nyata2 Pelapor menerangka Dirman Rajagukguk,dkk, dimana warga yang melakukan perbuatan yang sama mencapai 150-an KK, mengapa hanya Dirman Rajagukguk yang ditetapkan sebagai Tersangka?
Setelah menerima pelimpahan Berkas Perkara dan Tersangka Dirman Rajagukguk dari Polres Toba, kemudian pada tanggal 16 Agustus 2021, Kejaksaan Negeri Toba Samosir melakukan upaya paksa badan berupa penahanan terhadap Dirman Rajaguguk, dan pada tanggal 18 Agustus 2022 mendaftarkan perkara dan Surat Dakwaan No. Reg. Perk: PDM – 18/L.2.227/Eoh.2/2022 tanggal 18 Agustus 2022 ke Pengadilan Negeri Balige, yang kemudian teregister sebagai perkara pidana Nomor 116/Pid.B/LH/2022/PN Blg tanggal 18 Agustus 2022.
Timbul pertanyaan besar kepada Kejaksaan Negeri Toba Samosir yaitu: Mengapa tidak diupayakan untuk mendamaikan Dirman Rajagukguk dengan PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) cq. Direktur an. Parlindungan Hutagaol cq. Staf Humas an. M. Reza Adrian SH, sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif?
Padahal Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 sudah dengan indah dan bagus mengatur, diantaranya sebagai berikut:
Pasal 1: Dalam Peraturan Kejaksaan ini yang dimaksud dengan:
- Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, Korban, keluarga pelaku/Korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
- Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.
Pasal 7
(1) Penuntut Umum menawarkan upaya perdamaian kepada Korban dan Tersangka.
(2) Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
(3) Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pada tahap penuntutan, yaitu pada saat penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti (tahap dua).
Pasal 8
(1) Untuk keperluan upaya perdamaian, Penuntut Umum melakukan pemanggilan terhadap Korban secara sah dan patut dengan menyebutkan alasan pemanggilan.
(2) Dalam hal dianggap perlu upaya perdamaian dapat melibatkan keluaga Korban/Tersangka, tokoh atau perwakilan masyarakat, dan pihak lain yang terkait.
(3) Penuntut Umum memberitahukan maksud dan tujuan serta hak dan kewajiban Korban dan Tersangka dalam upaya perdamaian, termasuk hak untuk menolak upaya perdamaian.
(4) Dalam hal upaya perdamaian diterima oleh Korban dan Tersangka maka dilanjutkan dengan proses perdamaian.
(5) Setelah upaya perdamaian diterima oleh Korban dan Tersangka, Penuntut Umum membuat laporan upaya perdamaian diterima kepada Kepala Kejaksaan Negeri atau Cabang Kepala Kejaksaan Negeri untuk diteruskan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi.
(6) Dalam perkara tertentu yang mendapat perhatian khusus dari pimpinan dan masyarakat, laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) juga disampaikan kepada Jaksa Agung secara berjenjang.
(7) Dalam hal upaya perdamaian ditolak oleh Korban dan/atau Tersangka maka Penuntut Umum:
a. menuangkan tidak tercapainya upaya perdamaian dalam berita acara;
b. membuat nota pendapat bahwa perkara dilimpahkan ke pengadilan dengan menyebutkan alasannya; dan
c. melimpahkan berkas perkara ke pengadilan.
Penyidik Polres Toba tidak menawarkan atau tidak memfasilitasi perdamaian adalah masuk akal dan dapat dipahami karena Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif baru terbit tanggal 19 Agustus 2021 atau setelah perkara Dirman Rajagukguk dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Balige.
Kealpaan atau kesengajaan JPU pada Kejaksaan Negeri Toba Samosir tidak menjalankan proses keadilan restoratif terhadap Dirman Rajagukguk pada bulan Agustus 2022 lalu, semakin dapat dipahami dengan keterburu-buruan Kajari Toba Samosir menerbitkan Surat Perintah Nomor: Print – 656/L.2.27/Eoh.3/12/2022 tanggal 22 Desember 2022 terkait eksekusi terhadap amar Putusan Pengadilan Negeri Balige tanggal 26 April 2017 Nomor 15/Pid.B/LH/2017/PN Blg dikala Terpidana sedang berada dalam tahanan, dan dikala mayoritas masyarkat Kabupaten Toba sedang riang gembiranya menyambut Hari Natal dan Tahun Baru.
“Semoga Keadilan Restoratif ini menjadi perhatian para Penyidik dan para Jaksa Penuntut Umum di kemudian hari,” ujar BMS Situmorang. (AMS)