JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mahkamah Agung (MA) melepaskan anggota polisi Briptu Wahyu Sigit Ariwibowo dari jerat pidana. Pangkalnya, ia telah mengaku kecanduan narkoba tetapi tidak ditindaklanjuti atasannya. MA menyebut proses hukum itu sebagai kriminalisasi.
Kasus bermula saat anggota Sabhara Polres Pangkalpinang itu sedang tugas jaga pada 21 November 2012 dini hari. Wahyu menerima telepon dari Angky yang menawarkan paket sabu dengan harga Rp 750 ribu. Wahyu mengiyakan dan mereka transaksi di dekat sebuah SPBU dan paket itu disembunyikan sarung HP di pinggang sebelah kiri.
Pembelian itu diketahui atasan Wahyu dan sekitar pukul 08.00 WIB, Wahyu ditangkap Sat Narkoba Polres Pangkal Pinang. Wahyu diadili dengan tuntutan jaksa selama 8 tahun penjara.
Pada 29 Agustus 2013, Pengadilan Negeri (PN) Pangkalpinang menjatuhkan hukuman rehabilitasi kepada Wahyu. Hukuman itu diperberat oleh Pengadilan Tinggi Bangka Belitung menjadi 18 bulan penjara.
Wahyu kaget dan mengajukan kasasi. Terungkap bila Wahyu sebetulnya telah mengakui sebagai pecandu tetapi tidak ditindaklanjuti oleh pimpinan.
“Judex faxtie (PN Pangkalpinang dan PT Bangka Belitung) telah mengabaikan fakta hukum tentang Surat Permohonan Rehabilitasi Narkoba tertangal 27 September 2012 yang diajukan oleh istri terdakwa, Ratna Pratiwi kepada Kepolres Pangkalpinang yang tidak mendapat tanggapan sebagaimana mestinya,” ucap majelis sebagaimana dilansir website MA, Senin (14/11/2016).
Berdasarkan Pasal 55 ayat 2 UU Narkotika, pecandu narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit atau lembaha rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan.
“Walaupun Ratna Pratiwi tidak mengajukan permohonan rehabilitasi narkotika sesuai Pasal 55 ayat 2 UU Narkotika akan tetapi menurut Ketentuan pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Wajib Lapor Pecandu Narkotika, menyebutkan bahwa petugas yang menerima laporan meneruskannya kepada isntitusi penerima wajib lapor,” ujar majelis.
Berdasarkan fakta persidangan, surat permohonan rehabilitasi Briptu Wahyu tidak mendapat tanggapan dari Kapolres, bahkan tidak meneruskan surat itu. Perbuatan Kapolres tersebut merupakan pelanggaran pasal 55 Ayat 2 UU Narkotika Jo PP 25/2011, karena kesengajaan atau kealpaan. Hal itu mengakibatkan terdakwa Briptu R Wahyu Sigit Ariwibowo kehilangan hak-hak hukum untuk mendapatkan assesment dan hak untuk mendapatkan rehabilitasi.
“Polisi pada Polres Pangkalpinang seperti membiarkan Briptu Wahyu dalam ketergantungan tanpa rehabilitasi dan mencari kesempatan agar momentum untuk mengkriminalisasikan Briptu Wahyu sebagai pelaku tindak pidana narkotika,” cetus majelis.
Secara tegas, MA menyebutkan akibat pembiaran oleh Kapolres Pangkalpinang secara tidak langsung menyebabkan Briptu Wahyu terkriminaliasasi.
“Perbuatan aparat Kepolisian Pangkaplinang yang mengetahui keadaan terdakwa yang dalam kondisi ketergantungan narkotika dan mencari kesempatan terdakwa menguasai narkotika dan kemudian ditetapkan sebagai tersangka merupakan tindakan kriminalisasi terhadap terdakwa,” tegas MA.
Atas pertimbangan itu, maka MA melepaskan Briptu Wahyu dari semua jerat hukum. Duduk sebagai ketua majelis hakim agung Dr Salman Luthan dengan anggota hakim agung Dr Andi Samsan Nganro dan hakim agung Dr Syarifuddin.
“Melepaskan terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum (onstlag van alle rechtvervolging),” putus majelis pada 8 Juli 2015.(NGO)