Washington –
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan telah berbicara dengan Presiden terpilih Rusia, Vladimir Putin. Dalam pembicaraan lewat telepon itu, Trump akhirnya mengucapkan selamat atas kemenangan Putin pada pilpres Rusia.
“Saya telah menelepon Presiden Putin, dan mengucapkan selamat atas kemenangan di pemilihan,” ujar Trump seperti dilansir BBC, Rabu (21/3/2018).
Dia mengatakan bahwa mereka akan segera bertemu untuk membahas persaingan persenjataan di Ukraina dan Suriah. Trump menyebut persaingan persenjataan antara AS dan Rusia sudah di luar kendali.
“Kami tidak akan pernah mengizinkan siapa pun untuk memiliki sesuatu seperti apa yang kami miliki,” ucapnya.
Trump sendiri awalnya disebut belum memberikan ucapan selamat kepada Putin karena pembicaran keduanya melalui telepon belum dijadwalkan. Pihak Rusia menganggap hal itu bukanlah tindakan yang tidak bersahabat.
“Kami tidak menganggap ini sebagai tindakan yang tidak bersahabat,” kata juru bicara Kremlin atau Kantor Kepresidenan Rusia, Dmitry Peskov kepada para wartawan seperti dilansir kantor berita Reuters, Selasa (20/3) kemarin.
Setelah memberikan ucapan selamat kepada Putin, Trump mendapat kritik dari dalam negeri. Salah satunya dari senator John Mc Cain yang menyatakan presiden AS tidak seharusnya memberikan selamat kepada seorang diktator yang memenangkan pemilu palsu.
“Seorang presiden Amerika tidak seharusnya memberi selamat kepada diktator untuk memenangkan pemilihan palsu. Dengan melakukan hal itu kepada Vladimir Putin, Presiden Trump menghina setiap warga negara Rusia yang menolak hak untuk memilih dalam pemilihan yang bebas dan adil untuk menentukan masa depan negara mereka, termasuk patriot Rusia yang tak terhitung jumlahnya yang telah banyak mengambil resiko untuk melakukan demonstrasi dan melawan rezim Putin,”kata McCain dalam sebuah pernyataan.
Sebelumnya, Putin terpilih kembali dengan lebih dari 76 persen suara untuk masa jabatan enam tahun keempatnya. Tak ada penantang kuat bagi Putin dalam pilpres kali ini, setelah pemimpin oposisi utama, Alexei Navalny, dilarang ikut pemilihan. (RIF)