JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pemerintah akan mundur dari pembahasan jika fraksi-fraksi DPR belum mencapai kata sepakat lewat musyawarah soal RUU Pemilu. Pansus RUU Pemilu pun menyayangkan ancaman pemerintah tersebut.
Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Yandri Susanto mengatakan pembahasan RUU Pemilu tersebut merupakan ‘hajatan’ partai politik. Karena itu, pemerintah harus menghormati proses tersebut.
“Kita minta kepada Pak Mendagri untuk menghormati tata cara pembuatan UU. Pembuatan UU itu memang dibahas bersama DPR dan pemerintah. Tapi ini khusus untuk UU Pemilu kan hajatan partai politik. Tolong hormati itu,” kata Yandri saat berbincang dengan khatulistiwaonline, Kamis (15/6/2017).
Yandri pun menegaskan, di dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa pengusungan capres dan cawapres dilakukan oleh partai politik. Untuk itu, sudah tepat jika pembahasan RUU Pemilu tersebut merupakan hajatan partai politik.
“Sebagaimana dalam UUD 1945, partai politik atau gabungan partai politik mengusung pasangan capres dan cawapres, bukan pemerintah. Makanya kalau Menteri Dalam Negeri menyampaikan ancaman mundur, itu sangat disayangkan. Padahal kita sedang berjibaku membahas ini,” katanya.
Dia menilai ancaman mundur tersebut tidak perlu dikeluarkan oleh pemerintah. Toh, pembahasan soal ambang batas pencalonan presiden itu memang masih dalam proses dan setiap fraksi berhak menyatakan pandangan.
“Kalau mayoritas nol persen, saya nggak ada masalah. Sepuluh persen atau 20 persen juga saya nggak ada masalah. Jadi ancaman itu tidak perlu dikeluarkan. Itu kurang elok dalam suasana pembahasan UU. Jadi ini seperti mendikte DPR,” katanya.
Yandri juga mengatakan, jika dulu pemerintah sudah menetapkan ‘harga mati’ ambang batas pencalonan presiden, sebaiknya tak perlu lagi mengusulkan pembahasan di DPR. Tinggal pemerintah mengeluarkan perpu.
“Kalau dulu pemerintah sampaikan sikapnya, kenapa sekarang diajukan UU ini? Kalau dulu harga mati, tak bisa digoyang sedikit pun 20-25 persen, itu lebih baik nggak usah dibahas lagi, lebih baik pemerintah mengeluarkan perpu. Jadi biarkan pakai UU lama kalau sikap terhadap UU itu sudah tegas dari awal. Karena ini waktu dan energi sudah banyak kita tuangkan untuk penyempurnaan UU ini,” katanya. (MAD)