JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mantan Wakil Ketua DPD Laode Ida bercerita soal usulan masa jabatan pimpinan dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun. Usulan tersebut sudah ada sejak kepemimpinan Irman Gusman di periode pertamanya pada tahun 2009-2014.
“Wacana 2,5 tahun pada periode kedua DPD. Itu dampak pemilihan pimpinan bagi mereka yang tidak puas. Yang paling alot adalah kawasan timur Indonesia di mana saya mewakili. Dulu tidak boleh masuk Panmus. Jalur masuknya tidak ada, kalau saya pimpin rapat paripurna, saya tidak masukan,” ujar Laode dalam acara diskusi di Hotel Sofyan Betawi, Jalan Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/5/2017).
Turut hadir dalam diskusi yaitu Sekjen DPD Sudarsono Hardjosoekarto, anggota DPD asal Sulteng Delis Jurkanson Hehi, pakar ilmu politik Makmum Murod Al Barbasy, dan pakar hukum Ahmad Rivai.
Laode mengatakan saat itu tiap pimpinan kerap melakukan lobi-lobi politik dengan anggota DPD. Namun, akhirnya masa jabatan pimpinan di DPD saat itu tetap berjalan 5 tahun.
“Di ruangan saya lantai 8, itu arus masuk orang tiap hari bisa ratusan kalau lagi ramai karena saya olah juga dari luar. Sementara saya turun ke bawah pada rapat komite. Sebetulnya itu olah komunitas, olah anggota itu perlu. Orang yang tidak suka saya, diolah Pak Irman,” kata anggota Ombudsman RI ini.
Laode mengatakan tak ada yang salah jika masa jabatan pimpinan DPD menjadi 2,5 tahun karena tidak memiliki ketentuan. Laode juga memuji Ketua DPD Oesman Sapta Odang (OSO) yang dapat merangkul sebagian besar anggota DPD.
“Apakah salah 2,5 tahun? Nggak salah karena dalam UUD tidak diatur. Jadi, membuka ruang untuk olah politik di tingkat bawah untuk 2,5 tahun. Ini nggak mengagetkan, di periode ketiga rentan dipersoalkan karena politis. Misalnya Pak OSO, orang yang saya anggap seperti kakak saya. Saya kira dia olah lapangan cukup bagus,” tuturnya.
Sementara itu, Delis mengatakan usulan masa jabatan pimpinan menjadi 2,5 tahun untuk memudahkan evaluasi pimpinan DPD.
“Dalam tatib yang disepakati, itu masa jabatan pimpinan 2,5 tahun. Jadi, masa jabatan pimpinan berakhir 1 April 2017, tapi karena itu hari Sabtu masa jabatan pimpinan sampai 3 April dan itu ditandatangani oleh Pak Farouk, Bu Hemas, dan Pak Saleh,” kata Delis.
Delis menyatakan putusan Mahkamah Agung (MA) soal masa jabatan pimpinan DPD belum berlaku saat itu karena harus sesuai putusan paripurna. Ia juga mengklaim para pimpinan saat itu seperti M Saleh, Farouk Muhammad, dan GKR Hemas sudah menyepakati sidang paripurna pergantian pimpinan pada tanggal 3 April 2017.
“Putusan MA tak serta merta berlaku saat itu, itu harus berdasarkan putusan paripurna. Belum dibawa paripurna, itu sudah diputuskan sepihak oleh pimpinan. Kalau belum dapat persetujuan, tatib belum berlaku. Jadi, pemilihan tak bisa dibatalkan. Perubahan agenda sidang tidak bisa sehari sebelum paripurna. Undangan yang sudah disebarkan, tanggal 3 adalah paripurna pimpinan,” kata Delis. (ADI)