Gaza –
Dilansir AFP, Minggu (27/4/2025), delegasi Hamas telah mengunjungi Kairo, Mesir, untuk berdiskusi dengan para mediator mengenai jalan keluar dari perang selama 18 bulan dengan Israel. Perang itu telah menewaskan lebih dari 51 ribu orang di Gaza.
Perundingan gencatan senjata ini beradu dengan waktu karena kondisi di Gaza semakin kritis. Stok makanan dan medis di Gaza terus menipis.
Pejabat Hamas, yang berbicara kepada AFP dengan syarat anonim, mengatakan kelompok itu siap untuk pertukaran tahanan dalam satu gelombang dan gencatan senjata selama 5 tahun dengan Israel. Usulan baru ini muncul setelah proposal terakhir untuk gencatan senjata ditolak Israel awal bulan ini.
Proposal yang ditolak itu menyerukan kesepakatan ‘komprehensif’ untuk menghentikan perang besar yang terjadi sejak 7 Oktober 2023. Penolakan tawaran Israel tersebut, menurut seorang pejabat senior Hamas, mencakup gencatan senjata selama 45 hari dengan imbalan pengembalian 10 sandera yang masih hidup.
Hamas secara konsisten menuntut agar kesepakatan gencatan senjata mengarah pada berakhirnya perang, penarikan penuh Israel dari Jalur Gaza, dan lonjakan bantuan kemanusiaan. Penarikan Israel dan ‘berakhirnya perang secara permanen’ juga akan terjadi, seperti yang digariskan oleh Presiden AS saat itu Joe Biden, di bawah fase kedua gencatan senjata. Fase pertama telah dimulai pada 19 Januari 2025, tetapi runtuh dua bulan kemudian.
Hamas terus mengupayakan pembicaraan pada fase kedua, tetapi Israel menginginkan gencatan senjata fase pertama diperpanjang. Israel menuntut pengembalian semua sandera yang ditawan dalam serangan Hamas di wilayahnya tahun 2023 dan pelucutan senjata Hamas, yang telah ditolak kelompok itu sebagai ‘garis merah’.
“Kali ini kami akan menuntut jaminan mengenai berakhirnya perang. Penjajah dapat kembali berperang setelah kesepakatan parsial apa pun, tetapi tidak dapat melakukannya dengan kesepakatan komprehensif dan jaminan internasional,” kata seorang pejabat senior Hamas, Mahmud Mardawi, dalam sebuah pernyataan. (DAB)