JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
“Tarif resiprokal yang disampaikan oleh Amerika terhadap 60 negara menggambarkan cara penghitungan tarif tersebut yang saya rasa semua ekonomi yang sudah belajar ekonomi tidak bisa memahami,” ujarnya dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia, disiarkan YouTube Sekretariat Presiden.
Menurutnya Trump sudah tidak menggunakan ilmu ekonomi dalam mengambil keputusan dan lebih bertujuan menutup defisit dengan mitra dagangnya. Bagi Trump yang terpenting adalah mengurangi ketergantungan impor dari negara lain.
“Jadi ini juga sudah tidak berlaku lagi ilmu ekonomi, yang penting pokoknya tarif duluan karena tujuannya adalah menutup defisit. Tidak ada ilmu ekonominya di situ. Menutup defisit, itu artinya saya tidak ingin bergantung atau beli kepada orang lain lebih banyak dari apa yang saya bisa jual kepada orang lain,” beber Sri Mulyani.
“Itu purely transactional. Tidak ada landasan ilmu ekonominya. Jadi teman-teman ini ada ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia) di sini, mohon maaf tidak berguna pak ilmunya hari-hari ini,” tambah dia.
Menurut Bendahara negara, Presiden Prabowo Subianto sebenarnya telah membekali jajaran anak buahnya soal kondisi dunia yang bakal dipimpin oleh para realis dan pragmatis semenjak perang dunia kedua. Ia menilai realitasnya menjadi lebih cepat dan harus direspons dengan tepat.
Adapun tarif resiprokal direspons berbagai negara hingga menimbulkan kondisi negatif bagi pasar keuangan. China yang sebelumnya dianggap akan menahan diri justru menunjukkan sikap yang sama kerasnya dengan AS.
“Dan ini menimbulkan suatu eskalasi, makanya pemburukan di pasar uang dalam dua hari terakhir ini karena respon kedua sesudah China menyampaikan retaliasi,” tuturnya.
Setelah China mengeluarkan sikap, Trump balik mengancam akan menaikkan tarif menjadi 50%. Sri Mulyani berpendapat kondisi ini harus dihadapi dengan sikap terbuka dan pragmatik, serta harus agile di saat yang bersamaan. (DON)