Washington DC, khatulistiwaonline.com
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) John Kerry mengungkapkan enam prinsip dasar yang diyakini AS bagi perdamaian Israel-Palestina. Salah satu prinsip dasar itu mencetuskan resolusi yang menyepakati Yerusalem sebagai ibu kota yang diakui secara internasional, baik untuk Israel maupun Palestina.
Pidato Menlu Kerry ini menanggapi resolusi terbaru Dewan Keamanan PBB yang menyatakan pembangunan permukiman Yahudi di Yerusalem sebagai tindakan ilegal yang melanggar hukum internasional. Resolusi itu memicu kemarahan besar Israel, sekutu AS. Terlebih, resolusi itu disepakati setelah AS memilih abstain dan tidak menggunakan hak vetonya untuk melindungi Israel.
Seperti dilansir media Israel, Haaretz, dan juga media ternama TIME, Kamis (29/12/2016), pidato Menlu Kerry itu menjabarkan enam prinsip yang diyakini oleh AS, perlu diwujudkan demi mencapai perdamaian Israel dan Palestina di masa depan.
Prinsip pertama, menetapkan perbatasan yang aman dan diakui secara internasional antara Israel dan Palestina yang hidup berdampingan. Kerry berargumen agar perbatasan itu didasarkan pada garis perbatasan sebelum Perang Arab-Israel tahun 1967. Atau garis perbatasan bisa dimodifikasi dengan pertukaran wilayah secara setara dan disepakati oleh kedua pihak.
Prinsip kedua, memenuhi visi resolusi Sidang Umum PBB 181 soal dua negara untuk kedua rakyat, satu untuk warga Yahudi dan satu lagi warga Arab, dengan pengakuan penuh dan setara untuk seluruh warga negara Israel juga Palestina. Hal ini, sebut Kerry, menjadi prinsip mendasar bagi solusi dua negara yang memperjuangkan negara untuk warga Yahudi dan negara untuk rakyat Palestina.
Prinsip ketiga, memberikan solusi yang realistis, adil dan disepakati bagi pengungsi Palestina. Solusi itu termasuk bantuan internasional seperti opsi dan kompensasi dalam mencari tempat tinggal permanen, serta mengupayakan langkah-langkah menyeluruh yang konsisten dengan prinsip dua negara untuk kedua rakyat.
Prinsip keempat, menetapkan solusi yang menyepakati Yerusalem sebagai ibu kota bagi Israel dan Palestina. Kerry menyebut Yerusalem sebagai isu paling sensitif untuk kedua pihak. Terdapat situs-situs suci bagi tiga agama, yakni Islam, Yahudi dan Kristen di Yerusalem, sehingga akses ke situs-situs itu harus selalu dilindungi dan dijaga.
“Memberikan solusi yang disepakati agar Yerusalem menjadi ibu kota yang diakui secara internasional bagi kedua negara (Israel-Palestina) dan melindungi dan menjamin kebebasan akses kepada situs-situs suci sejalan dengan status quo yang sudah ada,” cetus Kerry.
Prinsip kelima, memenuhi kebutuhan keamanan Israel dan mewujudkan penghentian pendudukan atas wilayah Palestina. “Memastikan Israel bisa mempertahankan diri secara efektif dan Palestina bisa menjaga keamanan rakyatnya dalam sebuah negara yang berdaulat dan tanpa militerisasi,” sebut Kerry dalam pidatonya.
Prinsip keenam, mengakhiri konflik dan seluruh klaim yang belum terselesaikan, serta mewujudkan normalisasi hubungan Israel-Palestina dan keamanan kawasan. “Sangat penting bagi kedua pihak bahwa kesepakatan status akhir berarti penyelesaian isu-isu yang belum terselesaikan dan mengakhiri konflik ini. Agar semua orang bisa bergerak ke era baru yang diwarnai kerja sama dan hidup berdampingan secara damai,” tegas Kerry. (ADI)