JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Kementerian Pemuda dan Olahraga mengucapkan selamat kepada Edy Rahmayadi yang baru terpilih sebagai ketua umum PSSI periode 2016-2020, seraya mengingatkan ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan.
Edy Rahmayadi terpilih sebagai ketum dalam kongres PSSI di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, Kamis (10/11/2016), setelah meraih 76 suara dari 107 voter. Moeldoko mengoleksi 23 suara, Eddy Rumpoko meraih satu suara, dan tujuh lainnya dinyatakan tidak sah.
“Kami mengucapkan selamat pada Pak Edy Rakhmayadi yang telah terpilih dan sudah kami hampiri langsung untuk sampaikan ucapan selamat langsung padanya, dan juga kepada Pak Moeldoko yang secara ksatria bisa menerima kekalahan tersebut,” tulis Kemenpora dalam rilisnya.
Kemenpora kemudian mengingatkan bahwa sudah ada sejumlah Pekerjaan Rumah (PR) yang menunggu dirinya, dan jajaran pengurus baru PSSI mendatang. Berikut poin-poin dari rilis kemenpora tersebut.
1. PSSI harus segera melakukan konsolidasi internal. Bahwasanya saat persaingan telah menimbulkan polarisasi pilihan, tetapi kini sudah harus disatukan kembali, apalagi proses pemilihan tidak diwarnai dengan interupsi dan apalagi gejolak.
2. Ketum Baru dan jajarannya harus mencurahkan waktunya untuk PSSI. Untuk ini dibutuhkan dedikasi, integritas dan komitmen yang extra tinggi untuk segera membenahi PSSI, karena publik, pemerintah, dan para pemangku kepentingan sangat besar berharap bagi percepatan reformasi PSSI. Jika tidak, tidak tertutup kemungkinan publik hanya akan mem-bully pengurus baru jika tanpa visi, misi, dan target yang jelas.
3. Salah satu poin utama tujuan FIFA sebagai disebut pada Pasal 1 butir (e) adalah untuk melawan tindakan yang berpotensi ke arah match manipulation. Ini concern banyak pihak dan Pak Edy dengan latar belakang militer yang dimilikinya harus segera mampu mengatasinya.
4. Salah satu persoalan klasik yang selalu berulang dalam persepakbolaan di Indonesia adalah masalah suporter. Seminggu lalu korban tewas muncul lagi di Palimanan. Meski kelompok suporter lebih menjadi domain klub, tetapi mulai saat ini PSSI harus lebih care pada suporter karena bagaimanapun suporter itu bagian dari sepakbola mengingat sepakbola tanpa suporter tidak ada artinya.
Poin utamanya adalah PSSI harus jelas dalam menggariskan hak dan kewajibannya terhadap klub dan suporter. Jika mereka perlu difasilitasi, ya harus dilakukan. Tetapi jika klub dan suporter salah, tidak perlu ragu untuk beri sanksi tegas. Jangan biarkan publik menyimpan stigma negatif terus tentang ulah sejumlah suporter karena yang baik juga banyak.
5. Masih terkait suporter. PSSI harus mulai memikirkan pola kepemilikan saham suporter pada klub supaya mereka lebih punya sense of belonging dan tidak mudah bertindak yang anarkis. Memang ini butuh investasi, tetapi bisa diawali dengan nilai yang paling minimum sesuai kemampuan publik dan butuh waktu untuk itu.
6. PSSI diminta untuk proporsional dalam menjaga hubungan dengan pemerintah dan berbagai instansi terkait. Pemerintah sadar bahwa induk PSSI adalah FIFA. Tetapi juga harus menyadari PSSI ini operasionalnya di Indonesia. FIFA sendiri akhir-akhir ini respek pada pemerintah Indonesia dan PSSI pun tentu diharapkan sama, dengan tetap menghormati kemandirian PSSI sebagai diatur dalam statuta PSSI dan FIFA.
7. PSSI selama ini kurang care dengan pembinaan usia muda dibanding pada level profesional dan amatir. Beruntung bahwa cukup banyak perusahaan dan media yang care dengan pembinaan usia muda. Kali ini PSSI harus care, meski tanpa PSSI juara dunia U15 bisa diraih belum lama ini di Gothia. Harus diingat bahwa salah satu ketentuan dalam FIFA Club Licensing Regulation adalah tentang usia dini, dan ini belum konsisten dilakukan PSSI.
8. Sebentar lagi ada Asian Games 2018. Di Prima memang timnas belum termasuk yang sudah ditargetkan secara realistis berpotensi meraih emas. Tetapi rasanya tidak elok jika timnas tidak dapat emas di Asian Games. Masih ada waktu untuk itu.
9. PSSI sering dapat sorotan dalam akuntabilitas keuangannya, baik financial report-nya maupun distribusinya yang diperoleh dr FIFA, Sponsor, Hak Siar, maupun pemerintah kepada klub. Kini semuanya serba terbuka. Sayang jika di saat ini kadang masih kurang transparan. Sebagai bukti ketika ada LSM gugat via KIP ternyata PSSI keberatan. PSSI itu badan publik, kemarin saja Rp 1,4 miliar diterima dari Kemenpora untuk U19.
10. Saat pembahasan agenda 7 dalam kongres PSSI tentang pengakuan penerimaan klub dan penentuan status kompetisi, ternyata Kongres tidak sepakat di antaranya untuk restorasi Persebaya. Kemenpora sepenuhnya menghormati proses demokratisasi dalam Kongres, tetapi terasa inkonsisten, sebagian besar voters ini karena saat KLB Kongres tgl 3 Agustus sudah dicanangkan ide simpatik dari Waketum PSSI Hinca untuk merangkul kembali mereka yang bersenerangan. Ini ditambah lagi dengan dimasukkannya item tersebut dalam agenda 7. Kemenpora berharap Pengurus PSSI yang baru segera merangkul kembali mereka-mereka yang berseberangan secara informal dulu dan secepatnya diformalkan dalam kongres berikut. Kemenpora sengaja tidak interupsi karena memang tidak ingin intervensi jalanya Kongres.
11. Penyediaan infrastruktur selama ini domain pemerintah dan pemerintah tetap konsisten untuk itu. Namun pemerintah membuka peluang jika PSSI dan berbagai pihak terkait turut serta membantu penyediaan infrastruktur, karena tanpa sinergi percepatan itu sulit akan diperoleh ketersediaan infrastruktur yang ideal. (RIF)