TANGERANG, KHATULISTIWAONLINE.COM
Permasalahan yang dihadapi Matius terkait tindakan pihak PT. Arta Boga Cemerlang melakukan penahanan ijazah mendapat perhatian dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten.
Kadisnakertrans Provinsi Banten, Al Hamidi,S.Sos, MSi ketika diminta tanggapannya Selasa 18/5 -2021 mengatakan,
Matius sebagai korban sebaiknya membuat laporan agar bisa ditindak lanjuti.
Menurut Al Hamidi, dari aspek hukum ijazah tidak dapat dijadikan jaminan, apalagi ditahan sebagai jaminan buruh agar tidak mundur atau keluar dari perusahaan.
Sementara itu, Harianus Ikhtiar Zebua dari pihak PT. Arta Boga Cemerlang kepada Khatulistiwaonline.com saat diminta tanggapannya, Selasa (18/5/2021) malam menyebutkan, terkait penyelesaian masalah ini sudah ada langkah-langkah yang disiapkan oleh perusahaan, dan pasti Matius akan diinformasikan.
” Sudah diserahkan ke Tim untuk penanganannya, ditunggu saja, mereka akan kontak Matius lagi,” ujar Harianus seraya mengatakan, biar Tim kami yang ngurus, mereka tahu apa yang mereka lakukan, ditunggu saja.
Sebagaimana diberitakan, penahanan ijazah yang dilakukan oleh pihak PT. Arta Boga Cemerlang bermula ketika pihak perusahaan membuat pelatihan bagi pelamar yang sudah diterima dan membuat pejanjian ikatan dinas Managemen Trainee (MT).
Menurut Matius yang ditahan Ijazahnya, pihak perusahaan tidak melakukan sebagaimana perjanjian yang sudah disepakati kedua belah pihak.
Salah satu yang tidak dipenuhi adalah biaya transportasi dan pemakaian waktu yang tidak tertib, sehingga selama bekerja tidak bisa membutuhi biaya sehari – hari dan harus minta uang dari orang tua.
Karena tidak merasa kerja sebagaimana layaknya dapat hasil, yang bersangkutan meninggalkan pekerjaan dan menyerahkan aset dari perusahaan yang dipakai ketika bekerja.
Namun, ketika Matius yang sudah tidak bekerja lagi hendak meminta Ijazah yang ditahan, pihak Arta Boga Cemerlang yang saat ini beralamat di Jalan Raya Banten, Komplek Sapta Marga No. 26 Unyur’, Kecamatan Serang, Kota Serang Provinsi Banten itu tidak mau memberikan dan mengatakan harus memberikan Rp 25 juta sebagaimana yang sudah ada dalam perjanjian. (NGO)