TANGERANG, KHATULISTIWAONLINE.COM
Tindakan dari pihak PT. Arta Boga Cemerlang yang menahan ijazah pelamar kerja dan mengharuskan membayar uang sebesar Rp 25 juta karena yang bersangkutan keluar dimasa training, nampaknya akan berproses hukum.
Kebijakan pihak perusahaan yang beralamat di Jl Imam Bonjol Karawaci Ruko Liga Mas, Kota Tangerang, Provinsi Banten tersebut telah menyalahi Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, sejatinya tidak ada yang memperbolehkan perusahaan untuk menahan surat-surat berharga milik karyawan termasuk ijazah.
Boleh jadi, menyadari keberadaan Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut, pada Kamis, 15 April 2021 lalu,
dua orang mengaku sebagai Tony dan Monica dari HRD OT Grup Pusat datang menemui salah seorang dari karyawan yang telah mengundurkan diri dan ijazahnya ditahan.
“Maksud dan tujuan mereka datang ke rumah kami, hendak membayarkan hak anak kami yang belum mereka bayar semasa bekerja di OT Grup.
Lalu saya bertanya motivasinya untuk membayar saat ini apa? Anak saya sudah tidak bekerja kenapa sekarang baru mau bayar?
Bukan bayaran ini yang kami minta sekarang, tetapi kembalikan ijazah anakku yang kalian tahan supaya anak saya bisa cari pekerjaan tanpa harus membayar denda yang anda sebutkan berupa pinalti,” ujar orang tua karyawan itu kepada media ini.
Mendengar jawaban seperti itu, Tony mengatakan, bahwa mereka tidak menahan ijazah tetapi dititip dan akan dikembalikan kalau sudah setahun bekerja.
“Lalu saya bilang kalau demikian anakku sekarang sudah tidak bekerja kenapa masih ditahan ijazahnya dan harus membayar Rp 25.000 000, bukankah itu menahan?. Mereka bilang karena yang bersangkutan belum setahun bekerja, ” ujarnya mengulangi pembicaraannya dengan Tony.
Orang tua karyawan itu juga bilang bagaimana anaknya bekerja di perusahaan tersebut karena memberikan kendaraan sebagai kendaraan operasional untuk mengangkat barang kesana kemari tetapi selama bekerja tiga bulan tidak memberikan bahan bakar, sehingga anaknya sering minjam kepada kami sebagai orang tuanya.
Kalau seperti ini siapa yang tahan bekerja dan anak saya kalian pekerjakan sampai malam tidak bayar lembur.
“Tony juga menyebutkan masalah mobil penyok di bagian belakang karena mobilnya rental, dan seolah-olah masalah mobil mau dituntut pertanggung jawaban kepada anak saya.
Lalu saya bilang, Pak Tony jangan cari -cari masalah bahwa mobil ini sejak awal sebelum anak saya berangkat ke Malimping saya cek mobilnya, dongkrak rusak, ban stip tidak ada.
Saya tanya anak saya kenapa ini penyok ? anak saya bilang sudah dari sananya Pak.
Saya kira Pak Tony merekam kata -kata saya, karena sepanjang kami berbicara beliau sering merekam saya secara sembunyi sembunyi tapi saya biarkan saja siapa tau beliau butuh hasil investigasi ke rumah saya, ” tambahnya.
Disebutkan, pada intinya pertemuan dengan Tony dan Monica tidak ada kesepakatan karena uang yang mereka hendak berikan tidak diterima.
Dan alasan tidak bisa melanjutkan bekerja di OT Grup adalah tidak sanggup menalangi bahan bakar kendaraan yang dipakai sebagai kendaraan operasional perusahaan, dan tidak tahan bekerja sampai malam tanpa ada upah lembur.
Dalam pembicaraan akhir, kedua orang itu mengatakan, perjanjian sudah ditanda tangani direksi mungkin kita akan bawa ke pengadilan.
Mendengar kata kata seperti itu, orang tua yang anaknya tidak bekerja lagi mengatakan terserah kalian, sebab secara pribadi dan keluarga saya sudah menghadap sebelum ini namun kalian tidak menanggapi keluhan saya.
Saya pun sudah minta bantuan hukum dari saudara yang kebetulan pengacara untuk membantu masalah yang sedang dihadapi anak saya.
Lalu Pak Tony bilang kalau ada perubahan pemikiran kalian hubungi kami di nomor yang diberikan lewat ibu Monica,” katanya.
Ditempat terpisah, Gordon sebagai ketua LSM Pilar Bangsa yang dulunya lama di Serikat Pekerja Seluruh Indonesi( SPSI) mengatakan, seharusnya pihak perusahaan tidak melakukan hal demikian, karena sudah termasuk kerja paksa dan tidak mengindahkan aturan Undang-Undang Ketenagakerjaan.(JRS)