JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Brigjen Prasetijo Utomo tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum. Brigjen Prasetijo didakwa menerima uang sekitar Rp 2,1 miliar dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
“Baik Pak, saya serahkan ke penasihat hukum saya. Secara pribadi saya lanjut aja,” ujar Prasetijo dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020).
Hal itu kembali dipertegas oleh tim pengacara Prasetijo. Tim pengacara mengatakan tidak akan mengajukan keberatan atas dakwaan.
“Terima kasih yang mulia, setelah kami koordinasi, bahwa terdakwa dan tim pengacara tidak ajukan keberatan,” ujar salah satu pengacara Prasetijo.
Usai persidangan, Denny Kailimang yang merupakan pengacara Prasetijo membeberkan alasannya tidak mengajukan eksepsi. Apa katanya?
“Kita tidak mengajukan eksepsi, lebih bagus kita akan bertempur di dalam pemeriksaan saksi nantinya,” kata Denny.
Denny juga enggan menanggapi dakwaan jaksa terkait Prasetijo menerima USD 150 ribu dan meminta jatah ke Tommy Sumardi. Dia mengatakan akan membuktikan kliennya tidak salah.
“Itulah nanti kami aman mulai dengan suatu.. karena apakah benar yang dikatakan tim jaksa penuntut umun, apa betul, benar. Nah itulah kita akan buktikan di saksi-saksi, dan di sinilah tempatnya pembelaan kami lakukan dalam pemeriksaan saksi-saksi nantinya,” katanya.
“Dalam sidang nanti saksi-saksi ini yang akan kita cecer, apakah keterangan-keterangannya benar atau tidak, nanti lihat keterangan saksi-sakai di sinilah proses sidang sebenarnya untuk cari kebenaran. Apakah benar dia mengatakan itu, atau tidak seperti yang dikatakan jaksa,” sambung Denny.
Dalam kasus ini, Brigjen Prasetijo didakwa menerima suap USD 150 ribu dari Djoko Tjandra. Jika dirupiahkan uang itu senilai Rp 2,1 miliar.
Brigjen Prasetijo Utomo saat menerima suap menjabat sebagai Kepala Biro Koordinator Pengawas (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri. Perbuatan Prasetijo disebut jaksa dilakukan bersama-sama dengan Irjen Napoleon Bonaparte yang kala itu menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri.
Atas perbuatannya Prasetijo pun didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.(VAN)