Tel Aviv –
Kementerian Pertahanan Israel berencana menggunakan software (perangkat lunak) yang menganalisis data yang dikumpulkan dari telepon-telepon genggam (ponsel), untuk membantu mencari orang-orang yang kemungkinan membawa virus Corona (COVID-19) di wilayahnya.
Seperti dilansir Reuters dan Channel News Asia, Selasa (31/3/2020), Menteri Pertahanan Israel, Naftali Bennett, menuturkan kepada wartawan setempat bahwa penggunaan software bernama ‘coronameter’ itu masih membutuhkan persetujuan dari kabinet pemerintahan — yang kemungkinan besar akan diberikan.
Masih dibutuhkan juga penilaian untuk masalah privasi dari Jaksa Agung Israel, yang memiliki wewenang untuk menolaknya. Namun, begitu disetujui, operasional software ini bisa segera dilakukan dalam 48 jam.
Saat ini, Israel telah memeriksa sekitar 5 ribu orang per hari terkait virus Corona dan memberlakukan karantina ketat terhadap orang-orang yang dinyatakan terinfeksi. Otoritas Israel berniat untuk semakin menambah jumlah pemeriksaan dalam sehari.
Untuk membantu memutuskan siapa-siapa saja yang akan diperiksa, Israel menggunakan pengawasan level militer dalam melacak pergerakan warganya — yang sempat menuai kritikan soal invasi privasi dari kelompok HAM setempat.
Sejauh ini, otoritas Israel melaporkan 4.347 kasus virus Corona di wilayahnya, dengan 16 orang meninggal dunia. Pada Senin (30/3) waktu setempat, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menjalani isolasi diri (self-isolation) setelah salah satu ajudannya dinyatakan positif virus Corona.
Lebih lanjut, Bennett menyebut bahwa pelacakan telepon genggam dan data geolokasi yang kini digunakan, tidak lagi efektif dalam mencari orang-orang yang diduga kuat membawa virus Corona.
Menurut media-media lokal Israel, sistem ini memberikan peringkat 1 – 10 untuk kemungkinan seseorang membawa virus Corona. Informasi ini di-update secara real time dan bisa mengalami lonjakan jika seseorang mengunjungi sebuah toko bahan makanan di mana ada sejumlah pembawa virus Corona lainnya terdeteksi.
Media lokal Israel juga melaporkan bahwa software ini dikembangkan dalam kerja sama dengan sebuah perusahaan spyware bernama NSO. Diketahui bahwa NSO tengah diselidiki oleh Biro Investigasi Federal (FBI) atas kecurigaan peretasan warga dan perusahaan AS, serta mengumpulkan informasi intelijen pemerintah AS.
Pihak WhatsApp, yang ada di bawah Facebook, menggugat NSO pada Oktober tahun lalu setelah menemukan bukti bahwa NSO menyalahgunakan celah dalam aplikasi chat populer itu untuk membajak ratusan telepon genggam dari jarak jauh.
NSO enggan berkomentar dan Bennett menyatakan dirinya tidak akan ‘mengumumkan siapa dan apa (yang memproduksi software), karena ada elemen kompleks dalam konteks ini’. Namun dia menyatakan, meskipun tidak sempurna, software baru ini menjadi opsi terbaik yang ada dalam mencari pembawa virus Corona.(NOV)