Beijing –
Para Duta Besar (Dubes) dari 37 negara ramai-ramai membela perlakuan otoritas China terhadap warga Uighur dan minoritas lainnya di wilayah Xinjiang. Pembelaan yang disampaikan dalam sebuah surat ini, merupakan respons langsung atas kritikan negara-negara Barat sebelumnya.
Sebelumnya, para Dubes dari 22 negara, termasuk Uni Eropa, Australia, Jepang dan Selandia Baru telah menandatangani sebuah surat yang isinya mengecam perlakuan otoritas China terhadap warga Uighur di Xinjiang.
Pada Jumat (12/7) waktu setempat, giliran 37 negara — termasuk Rusia, Arab Saudi, Nigeria, Aljazair dan Korea Utara — merespons kritikan tersebut.
“Kami memuji prestasi luar biasa China di bidang hak asasi manusia,” demikian bunyi surat tersebut yang juga ditandatangani oleh Myanmar, Filipina, Zimbabwe dan lainnya.
“Kami mencatat bahwa terorisme, separatisme, dan ekstremisme agama telah menyebabkan kerusakan besar pada orang-orang dari semua kelompok etnis di Xinjiang,” imbuh surat tersebut seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (13/7/2019).
“Sekarang keselamatan dan keamanan telah kembali ke Xinjiang,” demikian isi surat tersebut.
China dilaporkan menahan 1 juta orang yang kebanyakan etnis Uighur di kamp-kamp pengasingan di Xinjiang. Kelompok-kelompok HAM dan mantan tahanan di Xinjiang menyebut kamp itu sebagai ‘kamp konsentrasi’ di mana kebanyakan warga Uighur dan warga minoritas lainnya dipaksa berasimilasi atau menyesuaikan diri dengan etnis mayoritas Han di China.
Para Dubes PBB dari 22 negara menyatakan kekhawatiran atas tindakan otoritas China terhadap warga minoritas di Xinjiang.
“Kekhawatiran tentang laporan-laporan kredibel soal penahanan sewenang-wenang… juga meluasnya pengawasan dan pembatasan, khususnya yang menargetkan warga Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang,” demikian kutipan surat tersebut.
Dalam suratnya, puluhan Dubes PBB dari berbagai negara tersebut menyerukan otoritas China untuk menghentikan penahanan sewenang-wenang. China juga didorong untuk mengizinkan ‘kebebasan pergerakan bagi warga Uighur dan warga muslim lainnya dan kelompok minoritas di Xinjiang’.
Sebelumnya pemerintah China menyebut kamp-kamp di Xinjiang sebagai ‘pusat pendidikan kejuruan’ yang diikuti secara sukarela, dengan kebanyakan warga Uighur mendapatkan pelatihan kerja. Otoritas China menegaskan bahwa pusat pendidikan itu diperlukan untuk menjauhkan warga setempat dari ekstremisme keagamaan, terorisme dan separatisme.(DAB)