Gaza City –
Israel kembali memblokir penyaluran bahan bakar ke Jalur Gaza. Pemblokiran dilakukan setelah ada kiriman ‘balon api’ dari wilayah Gaza.
Seperti dilansir AFP, Selasa (25/6/2019), pemblokiran untuk aktivitas penyaluran bahan bakar ini diumumkan Kementerian Pertahanan Israel pada Selasa (25/6) waktu setempat. Balon-balon api atau balon yang dipasangi objek yang dibakar itu dilaporkan memicu kebakaran di wilayah perbatasan Israel-Gaza.
“Menindaklanjuti pengiriman balon-balon api dari Jalur Gaza menuju wilayah Israel,” demikian pernyataan COGAT, departemen yang bertanggung jawab atas urusan sipil Palestina pada Kementerian Pertahanan Israel.
Dalam pernyataannya, COGAT menyebut penyaluran bahan bakar melalui perlintasan barang di Karem Shalom dihentikan sejak Selasa (25/6) pagi waktu setempat. Ditegaskan oleh COGAT bahwa penyaluran akan tetap diblokir ‘hingga pemberitahuan lebih lanjut’.
Balon-balon yang dipasangi objek yang dibakar — terkadang dipasangi peledak — kerap diterbangkan melintasi perbatasan Gaza oleh para demonstran Palestina. Aksi ini dimaksudkan untuk memicu kebakaran di lahan-lahan pertanian Israel dekat perbatasan.
Selama unjuk rasa rutin yang digelar tahun lalu, balon-balon api dari Gaza telah memicu ratusan kebakaran di wilayah Israel. Jumlahnya mulai berkurang dalam beberapa bulan terakhir.
Penyaluran bahan bakar, yang dikoordinasikan dengan PBB dan dibayar oleh Qatar, disepakati pada akhir tahun 2018 lalu sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang menguasai Gaza.
Kesepakatan itu membantu dalam meningkatkan suplai listrik di Gaza, di mana menurut PBB, saat ini warga setempat menerima aliran listrik sekitar 12 jam setiap harinya. Sebelumnya, suplai listrik harian untuk warga Gaza hanya mencapai enam jam atau kurang dari itu.
Israel memberlakukan blokade terhadap Gaza selama lebih dari satu dekade terakhir. Dalam pernyataannya, Israel bersikeras blokade diperlukan untuk mengisolasi Hamas yang telah terlibat tiga kali perang dengan negara Yahudi itu. Namun para pengkritik menyebutnya sebagai hukuman kolektif untuk 2 juta warga Gaza.(ARF)