Moskow –
Pemerintah Rusia mengingatkan Amerika Serikat untuk menahan diri guna menghindari eskalasi di Timur Tengah. Hal ini disampaikan setelah AS menyatakan akan mengerahkan pasukan tambahan ke Timur Tengah dikarenakan meningkatnya ketegangan dengan Iran.
“Kami menyerukan semua pihak untuk menahan diri,” kata juru bicara Presiden Rusia Vladimir Putin, Dmitry Peskov kepada para wartawan saat ditanyai komentarnya mengenai pengerahan pasukan tambahan AS tersebut.
“Kami lebih memilih untuk tidak melihat langkah-langkah yang dapat menimbulkan ketegangan tambahan di wilayah yang sudah tidak stabil tersebut,” imbuhnya seperti dilansir dari kantor berita AFP, Selasa (18/6/2019).
Pada Senin (17/6) waktu setempat, pemerintah AS menyatakan telah menyetujui pengiriman tambahan 1.000 tentara ke Timur Tengah. Dalam sebuah statemen, Pjs Menteri Pertahanan AS Patrick Shanahan menyatakan bahwa pasukan tambahan tersebut dikirimkan “untuk tujuan pertahanan guna mengatasi ancaman-ancaman berbasis udara, laut dan darat di Timur Tengah.”
“Serangan-serangan Iran baru-baru ini memvalidasi intelijen yang handal dan kredibel yang kami terima soal perilaku bermusuhan oleh pasukan Iran dan kelompok-kelompok proksi mereka yang mengancam personel dan kepentingan AS di seluruh wilayah itu,” ujar Shanahan.
Sebelumnya, pemerintah AS menuding Iran berada di balik serangan terhadap dua kapal tanker minyak di Teluk Oman beberapa hari lalu. Teheran telah membantah keras tuduhan tersebut.
“Amerika Serikat tidak mencari konflik dengan Iran,” demikian disampaikan Shanahan dalam statemennya, seraya menambahkan bahwa pengerahan pasukan itu dimaksudkan “untuk memastikan keselamatan dan kesejahteraan personel militer kami yang bekerja di seluruh wilayah dan untuk melindungi kepentingan nasional kami.”
Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov menyebut rencana AS mengirimkan pasukan tambahan ke Timur Tengah itu dimaksudkan untuk memprovokasi perang.
“Itu (pengiriman pasukan tambahan) tidak bisa dilihat selain sebagai jalan yang disengaja untuk memprovokasi perang,” cetus Ryabkov kepada para wartawan seperti dikutip kantor berita Rusia, RIA Novosti.
Ketegangan antara AS dan Iran meningkat setelah Trump secara sepihak memutuskan menarik diri dari perjanjian nuklir Iran yang dikenal dengan nama Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada tahun 2018. Juga setelah Amerika menerapkan sanksi-sanksi baru terhadap Iran dan secara praktis memaksa negara-negara lain turut mengembargo Iran.(ADI)