Madrid –
Kebungkaman atas serangkaian kasus kekerasan seksual oleh para pastor di sekolah dan seminari di lingkungan Gereja Katolik Spanyol mulai terkikis. Salah satu korban kekerasan seks oleh pastor akhirnya buka suara ke publik soal kisahnya.
Seperti dilansir AFP dan Channel News Asia, Senin (18/2/2019), korban yang bernama Miguel Hurtado (36) ini, berani mengungkapkan kisahnya ke publik beberapa waktu terakhir. Hurtado telah bungkam selama 20 tahun terakhir atas tindak kekerasan seksual yang dialaminya semasa remaja.
“Ini hanyalah ujung dari gunung es. Mereka belum siap untuk tsunami yang akan datang,” kata Hurtado dalam keterangannya.
Hal ini dilakukan Hurtado saat perwakilan Gereja Katolik Spanyol bersiap menghadiri konferensi besar di Vatikan untuk membahas perlindungan anak terkait maraknya skandal pelecehan seksual oleh pastor terhadap anak-anak. Sekitar 100 uskup dari berbagai negara akan bertemu di Vatikan pada 21-25 Februari mendatang.
Tindak kekerasan seks yang dialami Hurtado terjadi saat dia bergabung dengan kelompok boy scout di Santa Maria de Montserrat Abbey, sebuah biara yang terletak di area pegunungan sebelah barat laut Barcelona.
Pelaku yang melakukan kekerasan seksual terhadap Hurtado merupakan seorang biarawan kharismatik yang mendirikan kelompok boy scout itu. Biarawan yang tidak disebut namanya itu telah meninggal dunia tahun 2008 lalu. Diungkapkan Hurtado bahwa biarawan itu menyentuh dirinya secara tidak pantas selama satu tahun.
“Saya ingin melaporkannya lebih awal tapi saya masih anak-anak dan saya terlalu takut,” ucap Hurtado yang mengungkapkan kisahnya dalam film dokumenter yang ditanyangkan Netflix.
“Rahasia itu membunuh saya dan saya perlu mengungkapkan kebenarannya, tak peduli orang-orang mempercayai saya atau tidak,” imbuhnya.
Beberapa saat usai Hurtado menyampaikan kisahnya ke publik, sedikitnya ada 9 korban lainnya yang mengaku menjadi korban kekerasan seks oleh biarawan yang sama. Bahkan tudingan baru muncul di sebuah sekolah keagamaan di Basque Country, wilayah yang terletak di antara perbatasan Spanyol dan Prancis, juga di berbagai paroki di Catalan dan sebuah kampus di Barcelona.
Bahkan dunia sepakbola juga terkena dampaknya. Pada Kamis (14/2) lalu, klub sepakbola terkemuka Atletico Madrid menyatakan pihaknya tidak lagi mempekerjakan seorang mantan biarawan yang pernah melatih para pemain muda klub sepakbola itu, setelah dia mengaku pernah mencabuli salah satu muridnya tahun 1970-an.
Hurtado meyakini kebungkaman yang selama ini terjadi berkaitan dengan cara warga Spanyol menghadapi trauma secara umum. “Sebagai contoh, kami menghadapi trauma perang sipil (1936-1939) dan trauma diktator melalui kelalaian. Memaafkan dan melupakan sebagai bagian dari masa lalu. Membiarkannya tersembunyi,” ucapnya.
Salah satu skandal paedofil terbesar di Spanyol mencuat tahun 2016 di sebuah sekolah yang dikelola komunitas Katolik Roma Marist di Barcelona. Dari total 43 laporan tindak kekerasan seksual oleh 12 guru yang disampaikan, sebagian besar diabaikan. Hanya dua guru yang didakwa dan diadili.
Beberapa waktu terakhir, Gereja Katolik Spanyol mulai mengambil langkah tegas. Salah satunya pembentukan sebuah komisi untuk merumuskan protokol bagi kasus kekerasan seksual pada Oktober tahun lalu. Kementerian Kehakiman Spanyol juga meminta jaksa dan otoritas keagamaan untuk melaporkan seluruh kasus kekerasan seksual.(ARF)