SURABAYA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Presiden Jokowi mengusulkan mengubah istilah radikalisme menjadi manipulator agama. Jokowi bahkan menyerahkan usulannya itu ke Menko Polhukam Mahfud Md untuk dikoordinasikan lebih lanjut saat menggelar rapat terbatas di Istana Presiden pada Kamis (31/10).
Jokowi beralasan, istilah radikalisme dan manipulator mempunyai arti yang kurang lebih sama. Usulan itu disampaikan setelah Menag Fachrul Razi mengatakan akan mengevaluasi kurikulum di sekolah. Terutama yang mengandung unsur atau muatan radikalisme.
Menanggapi hal itu, PWNU Jatim menyebut perubahan istilah yang diusulkan Jokowi dari radikalisme menjadi manipulator bukan hal yang penting. Sebab, saat ini yang terpenting adalah bagaimana penanggulangan radikalisme yang kongkrit dan tersistem dengan baik.
“Menurut saya istilah-istilah itu ndak terlalu penting ya kalau dibuat istilah apa saja. Yang penting masyarakat memahami dengan upaya-upaya untuk menanggulanginya itu kongkrit dan tersistem dengan baik,” kata Wakil Ketua PWNU Jatim KH Abdusalam Sokhib, Jumat (1/11/2019).
Gus Salam menjelaskan, untuk menanggulangi radikalisme secara kongkrit harus dimulai dengan mencari akar permasalahan. Sebab, menurutnya biasanya ada dua faktor yang menyebabkan kenapa orang menjadi radikalis.
“Sebenarnya beberapa permasalahan itu karena pertama pemikiran kedua karena kesenjangan ekonomi. Juga karena kurangnya pemerataan. Kan itu saja sebenarnya,” terang Gus Salam.
“Harus dipahami akar masalahnya apa. Kalau akarnya masalah ekonomi bagaimana kita menata ekonominya. Kalau mereka ke sana karena terpapar dengan pemikiran ya kita ajak diskusi bahwa pemikiranmu itu kurang benar karena ternyata begini-begini,” tandas Gus Salam.(MAD)