JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Pemerintah Taiwan mengatakan bahwa angkatan bersenjatanya berhak untuk membela diri dan melakukan serangan balasan di tengah “pelecehan dan ancaman” China. Peringatan ini disampaikan pada China, yang pekan lalu mengirim sejumlah jet melintasi garis tengah Selat Taiwan yang sensitif.
Ketegangan meningkat tajam dalam beberapa bulan terakhir antara Taipei dan Beijing, yang mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya sendiri, untuk diambil paksa jika diperlukan.
Beberapa pesawat militer China terbang melintasi garis tengah Selat Taiwan dan masuk ke zona identifikasi pertahanan udara pulau itu pada akhir pekan lalu. Ini mendorong Taiwan untuk mencegat jet-jet tersebut dan Presiden Tsai Ing-wen menyebut China sebagai ancaman bagi wilayah tersebut.
Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya telah “mendefinisikan dengan jelas” prosedur untuk tanggapan pertama pulau itu di tengah “frekuensi tinggi gangguan dan ancaman dari kapal perang dan pesawat musuh tahun ini”. Disebutkan bahwa Taiwan memiliki hak untuk “membela diri dan melawan serangan”.
Taiwan tidak akan memprovokasi tetapi juga “tidak takut pada musuh”, tambahnya seperti dilansir kantor berita Reuters, Senin (21/9/2020).
Pada hari Senin (21/9), surat kabar resmi China Daily mengatakan dalam sebuah tajuk rencana bahwa Amerika Serikat mencoba menggunakan Taiwan untuk menahan kebangkitan China, tetapi tidak ada yang boleh meremehkan tekadnya untuk menegaskan kedaulatannya atas pulau itu.
“Pemerintah AS seharusnya tidak terkecoh dalam keputusasaannya untuk menahan kebangkitan China dan memanjakan diri dalam kecanduan AS pada hegemoni,” tulis media tersebut.
China marah atas peningkatan dukungan AS untuk Taiwan, termasuk dua kunjungan dalam beberapa bulan oleh pejabat tinggi, satu pada bulan Agustus oleh Menteri Kesehatan Alex Azar dan yang lainnya minggu lalu oleh Keith Krach, wakil menteri untuk urusan ekonomi.
AS, yang tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Taiwan tetapi merupakan pendukung internasional terkuatnya, juga merencanakan penjualan senjata baru ke Taiwan.
China bulan ini mengadakan latihan militer berskala besar yang langka di dekat Taiwan, yang disebut Taipei sebagai provokasi serius. China mengatakan latihan itu adalah kebutuhan untuk melindungi kedaulatannya.(RIF)
Tel Aviv –
Ribuan warga Israel melakukan aksi unjuk rasa di tengah pandemi Corona. Mereka mendesak Benjamin Netanyahu selaku Perdana Menteri Israel mengundurkan diri.
Dilansir AFP, unjuk rasa itu sebagai bentuk protes akan kebijakan Benjamin Netanyahu yang memberlakukan lockdown untuk meminimalisir penyebaran virus Corona. Lockdown diberlakukan sejak Jumat (18/9).
Hal tersebut memicu kemarahan warga Israel. Warga khawatir lockdown akan berpegaruh pada perputaran ekonomi.
Banyak pengunjuk rasa yang mengenakan topeng. Para demonstran terpantau tidak menjaga jarak.
Lockdown akan diterapkan 3 minggu. Selama lockdown, aktivitas warga Israel di luar ruangan dibatasi. Warga hanya diperbolehkan keluar rumah untuk keperluan medis ataupun keperluan darurat lainnya.
Otoritas Israel telah beberapa kali mengeluarkan kebijakan terkait lockdown, seperti lockdown khusus akhir pekan, tetapi berulang kali mundur karena ditentang warga.
Diketahui, Israel memiliki tingkat infeksi virus terdeteksi tertinggi kedua di dunia setelah Bahrain. Dari catatan AFP, ada 187.396 kasus Corona dan 1.236 kematian.(DAB)
Tel Aviv –
Ratusan warga Israel turun di jalan Tel Aviv untuk memprotes rencana lockdown atau karantina wilayah yang kedua. Karantina tersebut merupakan cara penanganan lonjakan kasus virus Corona (COVID-19).
Dilansir dari AFP, aksi protes dilakukan pada Kamis (17/9/2020) malam. Rencananya, Israel akan melakukan lockdown atau karantina wilayah yang ke dua pada Jumat (18/9).
Menurut perhitungan AFP, Israel memiliki tingkat infeksi virus terdeteksi ke dua di dunia setelah Barain. Di Israel, terdata 172.000 kasus Corona dengan 1.163 kematian, dari populasi masyarakat sembilan juta jiwa.
“Perekonomian terjun bebas, orang kehilangan pekerjaan, mereka tertekan,” kata Yael, salah satu demonstran di pesisis Tel Aviv.
“Dan semua ini untuk apa? Tidak untuk apapun,” kata mantan karyawan firma arsitektur yang kehilangan pekerjaan saat pandemi Corona.
Awalnya, Israel dipuji secara luas karena menekang penyebaran penyakit COVID-19 dengan lockdown pada bulan Maret. Namun, pemerintah mengaku terlalu cepat melonggarkan.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengumumkan di tv nasional untuk menjelaskan pemerintah tidak punya pilihan.
“Sistem kesehatan telah mengibarkan bendera merah. Kami melakukan segala yang kami bisa untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan kesehatan (publik) dan kebutuhan ekonomi,” ucap Natanyahu, Kamis (17/9).(RIF)
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Perayaan Arbain yang dimaksud adalah hari yang menandai akhir dari empat puluh hari berkabung untuk Husain bin Ali bin Abi Thalib as, imam Syiah ke-3 yang merupakan cucu Nabi Mohammad. Dalam peringatan tersebut, jutaan peziarah Iran biasanya melakukan prosesi perjalanan dari Najaf ke Karbala. Disebutkan dalam sejarah, Husain bin Ali bin Abi Thalib as, terbunuh dalam pertempuran pada tahun 680. Sejak saat itu, tempat ini menjadi salah satu situs suci Syiah.
Khamenei menempatkan dirinya di belakang para ahli kesehatan
Pihak berwenang Iran telah memperingatkan umat Syiah untuk berhati-hati pada tahun ini. Hari Asyura, peringatan kematian Hussein, yang jatuh pada tanggal 28-29 Agustus diizinkan, tetapi umat harus tunduk pada kondisi keamanan yang ditentukan.
Semua upacara keagamaan dan pertemuan harus mengikuti rekomendasi yang dikemukakan oleh para petugas kesehatan profesional.
Pemimpin spiritual negara itu, Ali Khamenei, mengatakan: “Apa yang diumumkan Satgas Nasional Penanggulangan Corona harus diikuti pada saat masa berkabung,” ujarnya di awal bulan Muharram. “Saya menyarankan semua umat untuk mengikuti pedoman negara. Jika tidak, akan ada bencana besar,” demikian Khamenei memperingatkan. Media pemerintah memperlihatkan dia duduk sendirian di sebuah aula besar dan wajahnya mengenakan masker sambil mendengarkan khotbah.
Rezim membutuhkan festival keagamaan sebagai legitimasi
Pembatasan perayaan keagamaan karena pandemi corona adalah masalah sensitif bagi kepemimpinan Iran, karena dengan mengatasnamakan “Republik Islam Iran” negara itu mengakui landasan keagamaannya. Konstitusinya didasarkan pada hukum syariat, dan posisi kekuasaan yang menentukan dipegang oleh ulama.
“Agama dengan kebutuhannya hadir di mana-mana di ruang publik,” kata ilmuwan politik Behrouz Khosrozadeh, yang mengajar di Institut Penelitian Demokrasi di Universitas Göttingen, “bahkan sering dimanfaatkan secara hipokrit dan untuk formalitas.”
Dalam edisi 4 September, surat kabar yang berafiliasi dengan pemerintah “Tehran Times” memuji Festival Asyura sebagai “puncak prinsip moral, di mana kesempurnaan karakter manusia, keagungan kesabaran, dan kecerdasan kepemimpinan” dirayakan.
Namun, ilmuwan politik Khosrozadeh meragukan apakah instrumentalisasi agama memenuhi tujuannya sejauh yang diinginkan: “Agama dan kekuatan politik terus terkonsolidasi melalui apa yang disebut ‘peristiwa massa’. Keuntungannya ini hanya dinikmati untuk kepentingan partai, yang merupakan segelintir minoritas absolut dari populasi yang diwakili.”
Banyak orang Iran ingin pemisahan agama dan negara
Sebuah survei baru-baru ini oleh GAMAAN (Group for Analyzing and Measuring Attitudes in Iran) di Universitas Tilburg, yang memfokuskan risetnya pada Iran, menunjukkan bahwa banyak warga di Iran mendukung pemisahan yang lebih kuat antara negara dan agama.
Menurutnya, 68 persen orang Iran yang diwawancarai berpendapat bahwa peraturan agama harus dipisahkan dari undang-undang negara bagian. Ini juga harus berlaku jika mereka mendapat suara mayoritas di parlemen. Hanya 14 persen yang mendukung bahwa hukum nasional harus konsisten dengan peraturan agama. Lebih dari separuh responden mendukung anak-anak mereka mengenal agama yang berbeda di sekolah. 72 persen dari mereka yang disurvei menentang kewajiban jilbab wajib bagi perempuan di ruang publik.
Pandemi corona dapat memperkuat sikap politik antiteokratis di antara warga negara, ujar sarjana agama Iran di Belanda, Pooyan Tamimi Arab dari Universitas Utrecht.
Semakin jelas bahwa pendekatan ilmiah yang rasional diperlukan untuk memberantas pandemi. Hal ini berkorelasi dengan semakin berkurangnya interpretasi religius yang lebih persuasif atas pandemi dan dengan demikian secara tidak langsung legitimasi agama dari kepemimpinan negara juga ikut meredup.
Behrouz Khosrozadeh, editor buku “Iran, Destabilisator: 41 Tahun Republik Islam, Berapa Lama Lagi?”, yang diterbitkan pada musim semi tahun ini, juga berpandangan serupa. Suara pendukung pemerintah yang bermotivasi religius dimenangkan dengan diperbolehkannya memperingati Asyura, meskipun tergantung pada persyaratan kesehatan. Pembiaran ini melawan keberatan dari para kaum yang skeptis. Tetapi kemenangan mereka dapat menyebabkan kekecewaan dalam jangka panjang, demikian diyakini Khosrozadeh: Kepercayaan warga Iran terhadap kompetensi pemerintah juga menurun, sebagaimana pula pada legitimasi keilahian kepemimpinan Iran.(RIF)
Beijing –
China mengklaim berhasil meluncurkan sembilan satelit sekaligus ke orbit di luar angkasa. Peluncuran ini untuk pertama kalinya dilakukan secara komersial dari landasan atau platform yang ada di lautan.
Seperti dilansir Reuters, Rabu (16/9/2020), laporan media nasional China, People’s Daily, menyebut bahwa satelit-satelit itu diluncurkan ke luar angkasa dengan menggunakan roket Long March 11 dari sebuah platform peluncuran di Laut Kuning pada Selasa (15/9) waktu setempat.
Salah satu satelit itu diketahui milik perusahaan berbagi video terkemuka China, Bilibili.
Roket Long March 11 dirancang untuk diluncurkan dengan cepat dan bisa diluncurkan dari platform mobile seperti di kapal. Roket pendorong jenis ini biasanya dipakai untuk membawa satelit kecil. Roket ini pertama kali digunakan untuk peluncuran dari platform laut pada Juni tahun lalu, namun bukan secara komersial.
“Platform peluncuran laut akan meningkatkan jumlah area peluncuran China, meningkatkan efisiensi peluncuran dan membuat peluncuran lebih aman dan lebih fleksibel,” sebut Direktur Pusat Peluncuran Satelit Taiyuan, Li Zongli, kepada People’s Daily.
China kini memiliki tiga pusat peluncuran luar angkasa di darat, yang menggunakan pelepasan roket secara bertahap yang jatuh kembali ke Bumi dan terkadang memicu bahaya bagi area sekitarnya yang dihuni warga lokal. Peluncuran laut disebut akan mengurangi risiko itu.
China telah menjadikan program luar angkasa sebagai prioritas utama dalam beberapa tahun terakhir, karena berkompetisi dengan Amerika Serikat dan tekad menjadi kekuatan luar angkasa utama tahun 2030 mendatang.(VAN)
Berlin –
Kanselir Jerman Angela Merkel pada acara peringatan 70 Tahun Pendirian Dewan Pusat Yahudi di Jerman (Zentralrat der Juden in Deutschland) hari Selasa (15/9) mengingatkan, bangkitnya anti semitisme belakangan ini di Jerman “sangat mengkhawatirkan”. Merkel memuji Dewan Pusat Yahudi sebagai “mitra terpercaya” politik dan masyarakat. Acara peringatan itu dilakukan di halaman Neue Synagoge (Sinagoga Baru) di Berlin.
Hanya lima tahun setelah kekuasaan Nazi Hitler runtuh, warga Yahudi yang melarikan diri dari Jerman mulai berdatangan kembali. Komunitas-komunitas Yahudi lalu mendirikan sebuah lembaga perwakilan yang dinamakan Dewan Pusat Yahudi di Jerman.
Pada akhir 1945, sudah ada 51 komunitas Yahudi yang terbentuk di Jerman. Lima tahun kemudian, 17 Juli 1950, komunitas yang makin besar itu memulai kongres di Frankfurt untuk mendirikan Dewan Pusat Yahudi, yang bertujuan untuk memelihara budaya dan menjamin kehidupan Yahudi di Jerman, sekaligus menjalin kehidupan rukun dengan masyarakat setempat. Ketika itu tercatat ada sekitar 15.000 warga Yahudi di Jerman Barat, jumlah warga Yahudi di Jerman Timur tidak diketahui.
“Dewan Pusat tidak didirikan dengan tujuan untuk melihat seperti apa kehidupan Yahudi dalam 50 atau 70 atau 100 tahun mendatang,” kata presiden Dewan Yahudi saat ini, Josef Schuster. Dokter berusia 66 tahun itu sudah enam tahun menjabat sebagai ketua Dewan Yahudi. Dia mengatakan, organisasi ini dimaksud sebagai “pendukung” warga Yahudi dalam kehidupannya. Tugas utamanya adalah membantu orang-orang yang selamat dari pembantaian Nazi, sekaligus untuk memfasilitasi warga Yahudi yang ingin pindah ke Israel.
Namun ternyata, tidak banyak warga Yahudi yang lalu memilih pindah ke Israel. Banyak orang memutuskan untuk membangun kehidupan baru di negara di mana keluarga mereka telah tinggal selama beberapa generasi.
Pilihan sadar warga Yahudi untuk kembali ke Jerman
Bahkan menurut Josef Schuster, banyak juga warga Yahudi yang dulu lari ke negara lain dari kejaran Nazi yang kemudian memutuskan kembali ke Jerman, bukan ke Israel, termasuk ayahnya sendiri. Ayah dan kakek Josef Schuster berhasil selamat dari kamp konsentrasi di Dachau dan Buchenwald, tahun 1954 mereka pindah ke Palestina setelah ada janji pendirian negara Yahudi. Namun keluarganya kembali lagi ke Jerman, saat Josef Schuster berusia tiga tahun.
“Untuk waktu yang lama, sangat bermasalah, juga di kalangan Yahudi sendiri, untuk berdiri dan mengatakan bahwa Anda secara sadar memilih kembali ke Jerman,” kata Josef Schuster. Situasi itu baru berubah, ketika Dewan Pusat Yahudi dipimpin oleh Werner Nachmann. “Dia adalah orang pertama yang secara terbuka menyatakan: Ya, ada kehidupan Yahudi di Jerman.”
Tapi Werner Nachmann ketika itu menghadapi banyak kritik atas sikap ini, termasuk juga dari Israel. Banyak yang tidak bisa membayangkan, bagaimana orang Yahudi bisa dan mau kembali ke suatu tempat, di mana mereka telah mengalami penganiayaan dan pembantaian yang mengerikan. Tetapi Ketua Dewan Pusat Yahudi era 1990-an, Ignatz Bubis, melangkah lebih jauh lagi dengan menyatakan: “Saya adalah warga negara Jerman yang beragama Yahudi.”
Masih perlu perlindungan polisi
Dewan Pusat Yahudi sekarang mencatat ada 105 komunitas dengan seluruhnya 100.000 anggota di seluruh Jerman saat ini. Jumlah itu diperkirakan hanya setengah dari seluruh populasi Yahudi di Jerman, karena tidak semua warga Yahudi mendaftarkan diri di bawah naungan Dewan Pusat Yahudi.
Namun tetap saja masih ada intimidasi dan ancaman anti-Semitisme dalam kehidupan sehari-hari warga Yahudi di. Tempat-tempat kebaktian mereka biasanya masih dijaga polisi siang dan malam, juga kantor Dewan Pusat Yahudi di tengah kota Berlin.
Dalam sambutannya untuk peringatan 70 Tahun Dewan Pusat Yahudi, Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeiermemuji lembaga itu sebagai “suara penting yang dibutuhkan dan didengarkan.” Dia mengatakan, kehidupan Yahudi telah berkembang di Jerman selama beberapa dekade terakhir “dalam segala keragamannya.” Namun Steinmeier juga mengingatkan, bahwa tetap ada ancaman dari kalangan neo-Nazi maupun kalangan ekstremis kanan yang masih terus berlangsung.(MAD)
Muscat –
Otoritas Oman menyambut baik keputusan Bahrain untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. Oman berharap perjanjian damai itu akan berkontribusi pada perdamaian Israel dan Palestina nantinya.
Seperti dilansir Reuters, Senin (14/9/2020), Bahrain menjadi negara Arab keempat, setelah Mesir, Yordania dan Uni Emirat Arab (UEA), yang sepakat menormalisasi hubungan dengan Israel. Pengumuman perjanjian damai Bahrain dan Israel diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, pekan lalu. Bahrain menyusul UEA yang terlebih dulu mencapai kesepakatan serupa dengan Israel yang diumumkan bulan lalu.
“(Oman) Berharap jalur strategis baru yang diambil beberapa negara Arab ini akan berkontribusi untuk mewujudkan perdamaian berdasarkan pada diakhirinya pendudukan Israel atas tanah Palestina dan pada pembentukan negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota,” demikian pernyataan pemerintah Bahrain.
Sementara itu, Menteri Intelijen Israel menyatakan beberapa hari usai pengumuman perjanjian damai pada 13 Agustus lalu bahwa Oman juga bisa menormalisasi hubungan dengan Israel.
Diketahui bahwa Oman telah menyambut baik keputusan UEA dan Bahrain, namun tidak mengomentari soal prospek negaranya juga menjalin hubungan resmi dengan Israel.
Tahun 2018, Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, mengunjungi Oman dan membahas inisiatif perdamaian di Timur Tengah dengan pemimpin Oman saat itu, Sultan Qaboos.
Berada di wilayah yang bergejolak, Oman tetap mempertahankan netralitasnya. Negara ini menjaga hubungan persahabatan dengan berbagai aktor kawasan, termasuk Amerika Serikat (AS) dan Iran yang bermusuhan.(RIF)
Berlin –
Sejak 28 tahun perusahaan asuransi terbesar Jerman R+V melakukan survei tentang apa yang dikhawatirkan masyarakat. Pada tahun pandemi Corona, tingkat kekhawatiran masyarakat secara keseluruhan justru turun. Hasil ini bahkan mengejutkan para peneliti. Indeks kekhawatiran bahkan mencapai tingkat terendah sejak survei kekhawatiran dilakukan, dari 39 persen tahun 1992, menjadi 37 persen pada tahun 2020.
“Orang Jerman tidak bereaksi terhadap pandemi dengan panik,” kata Brigitte Rmstedt, direktur informasi R+V kepada DW. “Banyak dari kekhawatiran yang sempat muncul tampaknya mereda.”
Orang-orang punya perasaan bahwa “segalanya di bawah kendali dan kami dapat menangani ini,” jelas Brigitte Rmstedt. Sikap itu berbeda dengan beberapa tahun lalu ketika ada perang, terorisme, krisis politik imigrasi, dan ekstremisme menjadi ketakutan terbesar masyarakat Jerman.
Penduduk Jerman tidak terlalu takut pandemi Corona
Untuk penelitian tersebut, sekitar 2.400 pria dan wanita di Jerman berusia 14 tahun ke atas disurvei antara awal Juni hingga akhir Juli tahun ini. Para peneliti bertanya kepada responden tentang ketakutan terbesar mereka dalam bidang politik, ekonomi, secara pribadi dan dalam lingkungan mereka.
Hasil survei menunjukkan, penduduk Jerman relatif tidak takut dengan pandemi saat ini. Hanya 32% (tahun sebelumnya 35%) mengatakan mereka takut jatuh sakit karena penyakit serius. Padahal tahun ini ada pandemi Corona.
“Hanya sekitar satu dari tiga orang yang disurvei mengatakan takut bahwa mereka atau orang lain di lingkaran sosial mereka dapat terinfeksi virus Corona,” kata Brigitte Rmstedt. Temuan serupa dibuat pada awal bulan ini oleh survei lain, Deutschlandtrend.
Dampak ekonomi Corona lebih dikhawatirkan daripada virusnya
Hanya 42% responden mengatakan khawatir bahwa globalisasi dapat menyebabkan pandemi lebih sering terjadi di masa depan.
“Mengingat penyebaran virus yang cepat di seluruh dunia, kami memperkirakan angka yang lebih tinggi. Tapi menurut temuan kami, orang jauh lebih takut bahwa virus dapat mengancam kesejahteraan ekonomi mereka daripada kesehatan mereka,” kata Brigitte Rmstedt.
Ketakutan kemungkinan kehilangan pekerjaan kembali berada di puncak indeks ketakutan di bidang ekonomi tahun ini. Kekhawatiran tentang kenaikan biaya hidup menempati urutan kedua.
Politik Donald Trump yang paling ditakuti
Pada 3 November akan dilakukan pemilihan presiden di AS. Bagi banyak penduduk Jerman, kemenangan Donald Trump adalah mimpi buruk. Trump menempati urutan teratas dalam daftar ketakutan, dengan 53% responden mengatakan mereka takut dampak politiknya.
“Kebijakan luar negeri Trump telah berulang kali menyebabkan masalah internasional yang serius,” kata Manfred G. Schmidt, ilmuwan politik di Universitas Ruprecht-Karls di Heidelberg. Washington juga terus menarik diri dari kerja sama internasional, tambahnya.
Di bidang politik, kekhawatiran tentang imigrasi telah turun ke level terendah dalam lima tahun. Pada tahun 2020, 43% orang yang disurvei mengatakan mereka khawatir bahwa masuknya orang asing bisa menyebabkan ketegangan antarawarga dan pendatang baru. Tapi jumlah orang yang khawatir negara Jerman bisa kewalahan dengan kedatangan pengungsi turun dari 56% tahun lalu menjadi 43% tahun ini.
Hasilnya juga mengejutkan para peneliti: masyarakat Jerman jadi lebih percaya pada politik dan politisi ketimbang sebelumnya. Hanya sekitar 40% responden yang mengatakan bahwa mereka saat ini khawatir bahwa para politisi tidak melakukan tugas mereka dengan baik. Inilah angka terendah sejak tahun 2000. Menurut penulis penelitian, ini ada hubungannya dengan kepuasan umum masyarakat dengan manajemen krisis pemerintah Jerman selama pandemi Corona.(RIF)
New Delhi –
Virus Corona di India semakin merajalela. Namun, di tengah parahnya wabah, ada seorang menteri yang mengklaim kebal Corona karena terlahir di atas kotoran sapi.
Seperti dilansir The Indian Express, Kamis (10/9/2020) selama ini banyak klaim ‘obat Corona’ yang beredar di India, dari mulai menyuntikkan disinfektan hingga minum alkohol. Klaim terbaru soal Corona datang dari Menteri negara bagian Madhya Pradesh, Imarti Devi, yang baru-baru ini mengatakan bahwa dia tidak dapat terinfeksi Corona karena dia lahir di atas kotoran sapi dan lumpur.
Dalam sebuah video yang viral, Devi terlihat memberi tahu wartawan di Gwalior betapa salahnya pemberitaan media bahwa ia dinyatakan positif COVID-19.
“Hanya Anda yang ada di sana dan Anda mengatakan bahwa saya terjangkit Corona. Saya lahir di lumpur dan kotoran sapi. Ada begitu banyak kuman di sana sehingga Corona tidak akan mendekati saya,” ujar Devi dalam video itu.
Sejak kejadian tersebut, video klaim aneh tersebut menjadi viral di beberapa platform media sosial.
Untuk diketahui, saat ini, seperti dilansir Associated Press dan media lokal NDTV, Jumat (11/9/2020), Kementerian Kesehatan India melaporkan 96.551 kasus Corona dalam 24 jam terakhir di wilayahnya. Lonjakan ini kembali mencetak rekor tertinggi untuk tambahan kasus harian, setelah India melaporkan 95.735 kasus Corona sehari sebelumnya.
Dengan lonjakan itu, total 4.562.414 kasus infeksi Corona kini tercatat di wilayah India. Total kasus itu masih tercatat sebagai yang tertinggi kedua di dunia, setelah Amerika Serikat (AS) dengan nyaris 6,4 juta kasus.
Kementerian Kesehatan India juga melaporkan 1.209 kematian dalam 24 jam terakhir. Sejauh ini, total sedikitnya 76.271 orang meninggal dunia akibat Corona di India.
Dengan total kematian ini, India menempati peringkat ketiga sebagai negara dengan total kematian terbanyak di dunia, setelah AS dengan lebih dari 191 ribu kematian dan Brasil dengan lebih dari 129 ribu kematian.(NOV)
Paris –
Para pemimpin tujuh negara Eropa di Mediterania siap untuk mendukung sanksi Uni Eropa terhadap Turki. Mereka ingin sanksi itu dijatuhkan jika Turki menghindari dialog tentang meningkatnya ketegangan di laut tersebut.
Seperti dilansir AFP, Jumat (11/9/2020) Presiden Prancis Emmanuel Macron menjadi tuan rumah bagi para pemimpin enam negara Uni Eropa lainnya, termasuk saingan regional Turki, Yunani, untuk pertemuan puncak di Corsica dengan harapan menemukan kesepakatan menjelang pertemuan puncak Uni Eropa berikutnya bulan ini.
Menunjukkan kembali kemarahannya terhadap Turki yang dipimpin Presiden Recep Tayyip Erdogan, Macron mengatakan sebelum KTT bahwa sekutu NATO itu tidak lagi menjadi mitra di Mediterania timur, dan bahwa rakyatnya “pantas mendapatkan sesuatu” yang berbeda dengan cara pemerintah berperilaku saat ini.
Prancis telah sangat mendukung Yunani dan Siprus dalam perselisihan yang berkembang dengan Turki atas sumber daya hidrokarbon dan pengaruh angkatan laut di Mediterania timur, yang telah memicu kekhawatiran akan konflik yang lebih parah.
Setelah pembicaraan dengan para pemimpin Italia, Malta, Portugal, Spanyol, Yunani dan Siprus di resor Porticcio di luar ibu kota lokal Ajaccio, Macron mengatakan bahwa para pemimpin ingin terlibat kembali dalam dialog dengan Turki “dengan itikad baik “.
Tetapi pernyataan terakhir dari para pemimpin itu menjelaskan bahwa sanksi akan dibahas jika Turki gagal mengakhiri “tindakan konfrontasinya”.
“Kami menyesalkan bahwa Turki tidak menanggapi seruan berulang kali oleh Uni Eropa untuk mengakhiri kegiatan sepihak dan ilegal di Mediterania Timur dan Laut Aegea,” demikian pernyataan bersama para pemimpin Eropa tersebut.
“Kami mempertahankan bahwa tidak adanya kemajuan dalam melibatkan Turki ke dalam dialog dan kecuali Turki mengakhiri kegiatan sepihaknya, UE siap untuk mengembangkan daftar langkah-langkah pembatasan lebih lanjut,” kata para pemimpin.
Selanjutnya, masalah ini nantinya juga bisa dibahas di Dewan Eropa pada 24-25 September.
Sebelumnya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Minggu (06/09) meminta Uni Eropa untuk mengambil posisi “tidak memihak” di perselisihan timur Laut Tengah, di mana Turki terkekang dalam ketegangan yang meningkat dengan Yunani.
Erdogan mengatakan kepada Presiden Dewan Eropa Charles Michel melalui sambungan telepon bahwa pendekatan UE akan menjadi ujian bagi hukum internasional dan perdamaian regional, kata sebuah pernyataan yang dirilis kantor Erdogan.
Presiden Turki “meminta Uni Eropa dan negara-negara anggota untuk bersikap adil, tidak memihak, objektif dan bertindak secara bertanggung jawab atas masalah regional, khususnya timur Laut Tengah,” kata pernyataan itu.(VAN)