JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Di Indonesia, laboratorium jumlahnya banyak. Baik dimiliki swasta, kampus atau lembaga masyarakat. Lalu mengapa Kementerian Agama (Kemenag) hanya menunjuk LPPOM MUI sebagai lembaga tunggal penguji produk halal?
Penunjukan LPPOM MUI sebagia lembaga tunggal itu tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 982 tentang Layanan Sertifikasi Halal.
“Itu karena LPH yang ada saat ini dan memiliki pedoman pembiayaan, baru LPPOM MUI,” kata Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso dalam siaran pers, Jumat (6/12/2019).
Sementara dalam ketentuan peralihan PMA No 26 tahun 2019, laboratorium di luar LPPOM MUI tetap diakui. Dengan catatan wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini dalam jangka waktu paling lama 2 tahun terhitung sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
“Karena bersifat diskresi, KMA ini hanya berlaku sampai diundangkannya peraturan terkait tarif layanan sertifikasi halal. Aturan itu yang akan dijadikan rujukan bersama seluruh LPH, tidak hanya LPPOM MUI, dalam melaksanakan fungsi pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk,” jelasnya.
Sukoso menambahkan, seluruh proses layanan sertifikasi halal harus masuk ke BPJPH sesuai kewenangan yang diatur dalam pasal 6 UU 33 tahun 2014. BPJPH juga terus mengembangkan Sistem Informasi dan Manajemen Halal dan mensinergikannya dengan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kemenag.
“BPJPH juga mendorong berdirinya LPH-LPH baru sesuai amanat UU 33 tahun 2014. BPJPH saat ini sudah mendidik 226 calon Auditor Halal. Jika tiap LPH minimal 3 auditor, diharapkan ke depan akan bisa berdiri 79 LPH,” tuturnya.
“Azas transparansi dan good governance tentu menjadi landasan dalam pelaksanaan layanan sertifikasi halal ini,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, UU Jaminan Halal itu diundangkan pada 2014. Soal kewajiban produk halal, baru berlaku efektif 2019.