JAKARTA,khatulistiwaonline.com –
Nama dua orang hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya disebut dalam kasus suap yang dilakukan terdakwa Raoul Adhitya Wiranatakusumah untuk mempengaruhi putusan kasus perdata antara PT Mitra Maju Sukses sebagai penggugat melawan PT Kapuas Tunggal Persada.
Hal tersebut terungkap dalam sidang dakwaan dengan terdakwa Raoul Adithya Wiranatakusumah di Pengadilan Negeri Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Rabu (19/10/2016).
Dalam dakwaan disebut Muhammad Santoso, panitera pengganti yang juga menjadi terdakwa di kasus ini, menjadi perantara untuk menyampaikan keinginan pihak Raoul memberikan sejumlah uang untuk mempengaruhi putusan perkara yang diadili Partahi dan Casmaya.
“Pada tanggal 20 Juni 2016 Muhammad Santoso memberitahukan sikap majelis hakim pada terdakwa melalui SMS yang isinya “Ang1 sdh ok tinggal musy besok sy ke ang 2,”. Terdakwa menegaskan kembali mengenai sikap ketua majelis hakim dengan menyatakan “siap” “km ok?” dan dijawab “ok” oleh Muhammad Santoso,” ujar Jaksa Iskandar Marwanto saat membacakan surat dakwaan.
Tanggal 21 Juni 2016, terdakwa Ahmad Yani yang merupakan staf Raoul, menyampaikan keinginan Raoul untuk bertemu majelis hakim ke M Santoso. M Santoso kemudian menginformasikan pada Casmaya serta menyampaikan janji Raoul untuk memberikan uang sebesar SGD 25 ribu untuk majelis hakim.
“Saat itu Casmaya menanggapi bahwa majelis hakim baru akan musyawarah. Pembicaraan dengan Casmaya kemudian disampaikan pada terdakwa melalui SMS yang dibalas terdakwa “siap beh jam 9 saya hadir” lalu dijawab oleh M Santoso “Langsung ke bos ya nanti sy intip dulu”,” kata Jaksa Iskandar.
Tanggal 22 Juni, Raoul bertemu dengan Hakim Partahi Tulus Hutapea. Dalam pertemuan itu, Raoul menyampaikan keinginannya sambil mengatakan akan memberikan uang sebesar SGD 25 ribu.
“Atas penyampaian tersebut, Partahi Tulus Hutapea mengucapkan terima kasih dan mengatakan nanti saja setelahnya. Selanjutnya terdakwa menginformasikan hasil pertemuan tersebut kepada M Santoso melalui SMS,” jelas jaksa.
Sidang pun bergulir dengan hasil yang menyatakan gugatan penggugat tak dapat diterima. Kasus perdata itu diputus majelis hakim yang terdiri dari Hakim Partahi sebagai hakim ketua, Casmaya dan Agustinus Setia Wahyu sebagai hakim anggota.
Usai putusan, Ahmad Yani melaporkan hasil sidang ke Raoul melaui SMS. Saat itu Raoul menjawab, “Baik beh sebenarnya kita maunya gugatan ditolak tapi kita ambil ini sebagai berkah yang terbaik,” “keadaan kahar diakui beh sama majelis.”
M Santoso lalu menjawab, “Ya Raul hanya itu yg bisa kita bantu.”
“Atas jawaban M Santoso, terdakwa menyampaikan “terimakasih be”, selanjutnya M Santoso membalas “Ya udah raol sy serahkan ke Raul urusan majelis” dan dibalas terdakwa “Oh beh itu gak usah khawatir saya komit,” urai jaksa.
Usai berkomunikasi dengan Raoul, M Santoso lalu bertemu Casmaya, yang saat itu menanyakan mengenai rencana pemberian uang oleh Raoul pada majelis hakim dengan kalimat “bagaimana itu Raoul?” lalu dijawab M Santoso “besok Pak”.
“M Santoso lalu menghubungi Ahmad Yani untuk menanyakan kapan uang untuk majelis hakim dan dirinya dapat diambil dengan mengatakan “undian kapan sy ambil”. Atas pertanyaan itu, Ahmad Yani melapor pada terdakwa dan dijawab terdakwa dengan mengatakan “jalanin sesuai rencana,” jelas jaksa.
Raoul didakwa menyuap dua hakim melalui perantara Panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Santoso. Dana sebesar SGD 25 ribu diduga untuk memuluskan gugatan wanprestasi yang diajukan PT Mitra Maju Sukses (PT MMS) terhadap PT Kapuas Tungal Persada (PT KTP).
Atas perbuatannya, Raoul dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf b dan Pasal 6 ayat 1 huruf a, serta Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.(RED)