Washington –
Departemen Pertahanan Amerika Serikat atau Pentagon pada Kamis (23/5) waktu setempat akan menyampaikan rencana ke Gedung Putih untuk mengirimkan hingga 10 ribu tentara ke Timur Tengah. Ini sebagai bagian dari upaya meningkatkan pertahanan terhadap kemungkinan ancaman Iran.
Pejabat-pejabat AS mengatakan bahwa keputusan final mengenai pengerahan pasukan tersebut belum dibuat. Juga belum jelas apakah Gedung Putih akan menyetujui pengiriman seluruh pasukan yang diminta atau hanya sebagian dari yang diminta. Menurut pejabat-pejabat AS tersebut, langkah tersebut bukan merupakan respons atas ancaman baru dari Iran, namun dimaksudkan untuk meningkatkan keamanan di kawasan tersebut.
Seorang pejabat AS mengatakan bahwa meningkatnya kesiapan Iran di pantai dan lautan terus diamati AS. Namun dikatakannya, tak ada indikasi akan adanya serangan dan langkah tersebut bisa jadi hanya bersifat defensif.
Pejabat yang tak ingin disebut namanya itu, mengatakan bahwa informasi-informasi intelijen baru yang dikumpulkan beberapa hari terakhir, telah meyakinkan AS bahwa ancaman tetap tinggi di sepanjang pantai Iran.
“Ada status kesiagaan yang sangat tinggi di sepanjang pantai,” kata pejabat tersebut seperti dilansir dari CNN, Kamis (23/5/2019). Pejabat AS tersebut menolak berbicara lebih spesifik namun dikatakannya, “platform apapun yang mereka punya, mereka telah menyiapkannya.”
Sebelumnya, Pjs Menteri Pertahanan Patrick Shanahan mengatakan kepada parlemen AS bahwa AS hanya berupaya untuk menangkal, bukan memprovokasi Iran.
“Kita tidak ingin situasi meningkat,” ujar Shanahan. “Ini tentang pencegahan, bukan tentang perang, kita bukan akan berperang,” imbuhnya.
Ketegangan antara Washington dan Teheran telah meningkat seiring AS mengerahkan sebuah kapal induk dan pesawat-pesawat pengebom B-52 ke kawasan Teluk Persia. Pengerahan itu disebut Washington untuk menghadapi apa yang mereka sebut sebagai “ancaman” Iran.
Hubungan AS dan Iran makin memanas sejak Presiden Donald Trump menarik AS dari kesepakatan nuklir antara Iran dan negara-negara kekuatan dunia yang disepakati tahun 2015. Di bawah kesepakatan itu, Iran sepakat membatasi kapasitas pengayaan uranium dan mendapatkan keringanan sanksi sebagai imbalannya.
Setelah AS mundur dari kesepakatan itu, Trump kembali memberlakukan sanksi terhadap Iran sejak tahun lalu dan meningkatkannya beberapa bulan terakhir. Secara terang-terangan, Trump meminta seluruh negara untuk menghentikan impor minyak Iran atau terancam menghadapi sanksi-sanksi AS.
Otoritas AS berupaya mendorong Iran untuk melakukan perundingan terbaru soal kesepakatan pengendalian senjata yang lebih luas. Namun Iran berulang kali menolak perundingan selama AS masih menarik diri dari kesepakatan nuklir itu.(DON)