JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Pada 14-19 Agustus 2017 lalu, saya dan sembilan orang lainnya mendapat kehormatan menjadi delegasi Indonesia untuk India-ASEAN Youth Summit 2017 di Bhopal, Madhya Pradesh, India. Dihadiri oleh 170 delegasi dari 11 negara ASEAN dan India, acara ini diorganisasi oleh Pemerintah India yang bekerja sama dengan Indian Foundation.
Ada yang spesial dari pilihan tanggal di atas, sebab 15 Agustus adalah Hari Kemerdekaan India. Kami diajak mengikuti upacara Kemerdekaan India yang ke-70 di Museum Indira Gandhi Manav Sanrahalaya, Bhopal. Pengibaran bendera yang diiringi lagu kebangsaan India, Jana-Gana-Mana pun dilakukan.
Agak berbeda dengan Indonesia, bendera India sudah ada di atas tiang. Di tengah lagu, bendera yang tadinya terlipat kemudian berkibar, dan bunga-bunga yang ada di dalam bendera pun bertebaran. Sementara warga India tetap memberi hormat hingga lagu kebangsaan selesai dinyanyikan.
Dua hari kemudian, kami delegasi dari Indonesia memutuskan untuk memakai batik sebagai bentuk perayaan kecil kami terhadap Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-72 Republik Indonesia. Tak ada Sang Saka Merah Putih yang berkibar, tak ada lagu kebangsaan Indonesia Raya yang menggema. Di tengah-tengah acara Youth Summit yang cukup padat, kami cuma bisa memonitor sosial media.
Orang-orang di Indonesia tengah men-tweet, posting di Instagram, serta menulis status di Facebook tentang upacara pengibaran bendera di Istana Negara, yang kali ini cukup unik. Semua orang yang menghadiri memakai baju daerah, tak terkecuali Bapak Presiden Joko Widodo. Kami tengah mendiskusikan konsep naskah Deklarasi Pemuda India-ASEAN yang pertama, ketika tiba-tiba delegasi dari negara lain berbondong-bondong menyalami kami dan mengucapkan Selamat Hari Kemerdekaan.
Indonesia adalah satu-satunya negara yang mengirimkan delegasi dari beragam profesi. Yakni, Anjasmara Prasetya (praktisi yoga/aktor), Azila Prabaningtyas (UGM), Dana Paramita (jurnalis televisi/blogger), Danny Maulana Ridwan (IPB), Heni Sri Sundari (Agroedu), Iqbal Haradi Putra (Kitabisa Foundation), Lailatunnazhifah (Foreign Policy Community of Indonesia), Maulana Yusuf (UNPAS), Sebastian Partogi (jurnalis media cetak), dan saya sendiri, Ratih Kumala, penulis.
Untuk sebuah acara kenegaraan, sungguh mengherankan (sekaligus merupakan peningkatan) karena tak ada satu pun orang dari pemerintahan yang ikut serta. Biasanya, ada saja orang pemerintah yang “mengawasi” para peserta terpilih. Namun demikian, pemilihan para delegasi yang berbeda-beda profesi ini justru ideal. Kami bisa pulang dan menyebarkan ke komunitas yang berbeda-beda tentang Deklarasi Pemuda India-ASEAN.
Konsep naskah deklarasi yang sudah hampir jadi pun diukir agar lebih sempurna. Delegasi Indonesia menambahkan satu poin yaitu, To Urge India-ASEAN Youth Summit to be action oriented forum with concrete and sustainable result.” Poin ini sebagai pengingat semua delegasi agar apa yang telah dihasilkan dari India-ASEAN Youth Summit, dan kami bawa pulang ke negara masing-masing, tidak hanya menghilang begitu saja. Melainkan, secara berkesinambungan menghasilkan kerja konkret bagi kesebelas negara India-ASEAN.(NGO)