JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Kasus meninggalnya bayi Tiara Debora Simanjorang merupakan pukulan telak bagi dunia rumah sakit. Untuk itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta menjalin kerja sama dengan 187 rumah sakit (RS).
Kerja sama yang dilakukan berupa penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) agar RS se-DKI tidak menarik uang muka dalam kondisi gawat darurat. MoU yang dilakukan itu merupakan RS umum hingga RS swasta.
“Kita melakukan perjanjian dengan seluruh rumah sakit di DKI, baik itu rumah sakit swasta, rumah sakit vertikal, maupun rumah sakit umum daerah, untuk kita membuat perjanjian,” kata Kepala Dinkes DKI, Koesmedi Priharto, di kantornya, Jalan kesehatan nomor 10, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2017).
“Ada 187 rumah sakit, kalau yang diwakili cuman paraf. Tapi hari Senin tetap direkturnya datang untuk menandatanganinya,” sambung Koesmedi.
Bayi Debora meninggal dunia karena diduga terlambat masuk ke ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU) karena pihak RS tidak bisa bertindak apabila tidak ada uang muka. Sementara, uang milik orang tua Debora tidak sampai batas minimal untuk uang muka.
“Ya agar mereka tidak melanggar aturan bahwa pasien dalam keadaan gawat darurat, harus dilakukan tindakan segera, tanpa memungut uang muka,” jelasnya.
Sementara itu, Koesmedi melakukan penandatanganan MoU kepada 5 perwakilan RS dari masing-masing wilayah DKI. Wilayah Jakarta Pusat diwakili RS St Carolus, Jakarta Utara diwakili RS Suka Mulya, Jakarta Barat diwakili oleh RS Royal Taruma, Jakarta Selatan diwakili RS Pondok Indah, Jakarta Timur RS Islam Pondok Kopi.
“Ini merupakan bentuk komitmen untuk bersama-sama membuat pelayanannya lebih baik,” ucapnya.
Dalam penandatanganan MoU ini, Dinkes DKI juga memberikan surat teguran kepada RS Mitra Keluarga Kalideres. Selain itu, tim investigasi untuk mencari data juga diterjunkan hari ini untuk melakukan audit medik di rumah sakit.
“Hari ini saya menyerahkan surat teguran kepada Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres, sesuai dengan yang dianjurkan oleh Kemenkes. Kemudian kami juga membentuk tim investigasi untuk melakukan audit medik. Hari ini nanti tim akan mencari data-data medik dan sebagainya yang ada di rumah sakit,” tuturnya.
Adapun surat edaran tentang kewajiban pelayanan yang diberikan RS kepada pasien, yang mengimbau kepada seluruh RS untuk:
a. Memberikan pelayanan yang aman, bermutu anti-diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.
b. Melaksanakan fungsi sosial dalam pelayanan gawat darurat tanpa meminta uang muka.
c. Rumah sakit yang belum bekerja sama dengan BPJS, biaya pelayanan gawat darurat sampai dengan kondisi pasien stabil dapat ditagihkan ke BPJS.
d. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien, sesuai dengan kemampuan pelayanannya di instalasi gawat darurat, yaitu tindakan penyelamatan (life saving).
e. Melakukan rujukan pasien rumah sakit dengan terlebih dahulu melakukan pertolongan pertama, dan/atau tindakan stabilisasi kondisi pasien sesuai indikasi medis, serta sesuai dengan kemampuan untuk tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan.
f. Melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa penerima dapat menerima pasien dalam keadaan gawat darurat, dan membuat surat rujukan kepada penerima rujukan.
g. Rumah Sakit dilarang menyuruh pasien/ keluarga untuk mencari tempat rujukan sendiri.
h. Pengenaan sanksi berupa pencabutan rekomendasi perpanjangan izin operasional rumah sakit oleh dinas kesehatan, apabila isi surat edaran ini tidak dilaksanakan dengan baik. (DON)